Mereka menjelajahi hampir seluruh kawasan Mongolia, bahkan memanfaatkan teknologi dari luar angkasa—proyek National Geographic bertajuk Valley of the Khan misalnya, menggunakan penginderaan satelit pada pencarian makam Jenghis secara massal.
Pencarian lokasi kuburan Genghis Khan memang menarik minat banyak kelompok dari luar Mongolia. Di sisi lain, warga negara itu sama sekali tak ingin menemukan makam tersebut.
Fakta tersebut bukan berarti sosok Genghis tak berarti sama sekali tidak penting bagi warga Mongolia—justru kebalikannya. Wajah ksatria itu dipasang di lembaran uang, bahkan di stiker vodka.
Genghis mungkin tidak pernah sepopuler ini sebelum kematiannya pada 1227. Fenomena menjadikan pencarian makam Gengis Khan sebagai hal tabu sulit dipahami orang asing.
Keengganan warga lokal itu kerap dinilai media massa internasional sebagai ketakutan terhadap sebuah kutukan. Penduduk lokal disebut khawatir dunia akan kiamat jika kuburan Genghis Khan ditemukan.
Pandangan itu muncul pada kisah Tamarlane, seorang raja berdarah Mongolia-Turki di abad ke-14. Pada 1941, sejumlah arkeolog asal Rusia membuka makamnya. Peristiwa itu diyakani memicu serangan Nazi terhadap Uni Soviet dan perang hebat di Eropa Timur.