JAKARTA - Mitigasi bencana gunung api menjadi hal yang harus dilakukan, mengingat Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak gunung api yang masih aktif. Mitigasi bencana gunung api sendiri ialah kegiatan untuk mengurangi risiko atau meminimalisir dampak dari bencana gunung api.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hanik Humaida menyampaikan, tingkat aktivitas gunung api di Indonesia cukup tinggi dengan karakter yang berbeda dan tipe erupsi yang berbeda pula.
"Aktivitas gunung api periode tahun 2000-2021, terjadi lebih dari 150 erupsi dari 38 gunung api dengan berbagai tipe erupsi, yaitu efusif, eksplosif, dan freatik, serta menimbulkan berbagai fenomena bahaya," ujar Hanik dalam keterangannya, Jumat (4/2/2022).
Baca juga: Rawan Bencana, Guru Besar Unpad Usul Asuransi Korban Gunung Api
Dalam melakukan upaya mitigasi gunung api, imbuh Hanik, diperlukan identifikasi terhadap aktivitas gunung api terlebih dahulu, kemudian memahami bahaya serta risikonya. Identifikasi bahaya dan resiko adalah dengan melakukan pengamatan tipe erupsi gunung api dan periode pengulangan erupsi.
"Perlu juga mengidentifikasi fenomena-fenomena erupsi seperti awan panas letusan, awan panas guguran, gas, jatuhan abu, lahar, lava flow, dan tsunami, serta dampak jangkauan bahaya," sambungnya.
Ia menambahkan, jika aktivitas dan bahaya bencana gunung api sudah teridentifikasi, selanjutnya dapat dilakukan upaya mitigasi bencana. Mitigasi bencana tidak bisa dilakukan oleh satu instansi saja, namun perlu dilakukan secara bersama-bersama oleh seluruh stakeholder terkait.
"Mitigasi bencana gunung api, meliputi peringatan dini (early warning system), diseminasi informasi, edukasi dan sosialisasi," papar Hanik