Era pertengahan Pliosen adalah periode yang menarik dalam sejarah Bumi jika disandingkan dengan konteks hari ini.
Ini adalah periode terakhir kalinya atmosfer membawa konsentrasi gas rumah kaca karbon dioksida lebih dari 400 bagian per juta. Situasi itulah yang sekarang tengah terjadi.
Suhu bumi saat itu secara signifikan lebih hangat, mungkin lebih tinggi 2-3 derajat. Kala itu permukaan laut juga lebih tinggi, sekitar 10-20 meter di atas permukaan laut era modern.
Dan di sinilah batu pasir hijau kecil ini menemukan konteksnya hari ini. Permukaan laut pada masa pertengahan Pliosen menyiratkan bahwa lapisan es Antartika Barat, atau setidaknya sebagian besar darinya, telah mencair.
Konsekuensinya, muncul lautan terbuka yang luas. Ini sulit dibayangkan ketika Anda melihat peta Antartika hari ini. Kita hanya melihat lapisan esnya sebagai kumpulan massa padat.
Namun, jika lapisan es itu dilepas, Anda akan melihat sebuah kepulauan besar yang terdiri dari beberapa pulau besar. Ini menjelaskan bagaimana batu tadi bisa melakukan perjalanan sejauh ini.
Gletser es Pegunungan Ellsworth mengangkut batu kecil ini. Ellsworth kemudian membentuk gunung es untuk mengapungkan batu ini lebih dari seribu kilometer, melintasi pantai terbuka.
Batu kecil ini terlepas dari gunung es itu sebelum ditemukan para peneliti Ekspedisi 379.
"Kajian kami memastikan bahwa lapisan es dapat menghilang dengan cukup cepat dan dapat terbentuk kembali dengan cukup mudah," kata Profesor Siddoway.
"Kami membaca dari catatan yang sangat rinci bahwa ternyata lapisan es yang cukup besar sudah runtuh, khususnya di masa Pertengahan Pliosen.
"Jika merujuk literatur terkini dari pemodel iklim, kita mungkin sedang memasuki kondisi iklim pliosen.
"Dan jika pemanasan global terus berlangsung dalam kecepatan seperti sekarang, situasinya mungkin tidak akan berubah," kata Siddoway.
Tidak ada yang memperkirakan lapisan es Antartika Barat akan runtuh dalam waktu dekat.
Meski begitu, para ilmuwan yakin batu pasir kecil tadi adalah peringatan atas kondisi yang pada akhirnya bisa kita ciptakan lagi jika krisis iklim tidak tertangani.
Profesor Siddoway mempresentasikan rincian penelitian Ekspedisi 379 pada Sidang Umum Serikat Pakar Geologi Eropa (EGU) pekan ini.
Ajang ini biasanya diadakan di Wina, Austria, tapi kini diselenggarakan secara online karena pandemi Covid-19.
(Nanda Aria)