Menurut deteksi sebelumnya dari satelit NASA, gumpalan menjulang yang dikirim ke lapisan atas atmosfer mengandung cukup air untuk mengisi 58.000 kolam renang ukuran Olimpiade.
Memahami ketinggian semburan dapat membantu para peneliti mempelajari dampak letusan terhadap iklim global.
Kendati demikian, menentukan ketinggian gumpalan menimbulkan tantangan bagi para peneliti. Rekan penulis studi utama Dr. Simon Proud dari RAL Space dan seorang peneliti di Pusat Nasional untuk Observasi Bumi dan Universitas dari Oxford mengatakan, biasanya, para ilmuwan dapat mengukur ketinggian gumpalan dengan mempelajari suhunya, yakni semakin dingin gumpalan, semakin tinggi gumpalan itu.
Tetapi metode ini tidak dapat diterapkan pada peristiwa Tonga karena sifat letusannya yang dahsyat.
“Letusan mendorong melalui lapisan atmosfer tempat kita tinggal, troposfer, ke lapisan atas di mana atmosfer menghangat lagi saat Anda semakin tinggi,” terangnya melalui email.
“Kami harus menemukan pendekatan lain, menggunakan pandangan berbeda yang diberikan oleh satelit cuaca yang terletak di sisi berlawanan dari Pasifik dan beberapa teknik pencocokan pola untuk menentukan ketinggian. Ini hanya mungkin terjadi dalam beberapa tahun terakhir, karena bahkan sepuluh tahun yang lalu kami tidak memiliki teknologi satelit di luar angkasa untuk melakukan ini,” lanjutnya.
Tim peneliti mengandalkan "efek paralaks" untuk menentukan ketinggian gumpalan, membandingkan perbedaan tampilan gumpalan dari berbagai sudut seperti yang ditangkap oleh satelit cuaca. Satelit mengambil gambar setiap 10 menit, mendokumentasikan perubahan dramatis dalam gumpalan saat naik dari laut. Gambar-gambar tersebut mencerminkan perbedaan posisi bulu-bulu dari berbagai garis pandang.