Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

KontraS Sayangkan Tak Ada Rekomendasi Komnas HAM soal Pelanggaran HAM Berat Tragedi Kanjuruhan

Avirista Midaada , Jurnalis-Jum'at, 04 November 2022 |14:59 WIB
KontraS Sayangkan Tak Ada Rekomendasi Komnas HAM soal Pelanggaran HAM Berat Tragedi Kanjuruhan
Tragedi Kanjuruhan/Foto: Antara
A
A
A

MALANG - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) soal tragedi Kanjuruhan yang dianggap tidak berpihak ke para korban.

Pasalnya dalam rekomendasi yang disampaikan Komnas HAM, tak ada temuan pelanggaran HAM berat sebagaimana investigasi yang dilakukan Komnas HAM sebulan terakhir ini.

 BACA JUGA:Ribuan Orang Sambut Anies di Masjid Al Mashun Medan

Sekjen Federasi KontraS yang mendampingi Tim Gabungan Aremania (TGA), Andy Irfan, menyebut rekomendasi dari Komnas HAM dan investigasinya dianggap kurang kompeten dan terkesan tergesa-gesa dalam menyimpulkan tidak ada pelanggaran HAM berat di tragedi Kanjuruhan.

Apalagi melihat sejumlah bukti dan fakta yang dikumpulkan oleh tim gabungan Aremania dan Koalisi masyarakat sipil pada peristiwa tragedi Kanjuruhan.

"Sangat terburu-buru menyimpulkan bahwa tidak ada dugaan kejahatan HAM berat di peristiwa Kanjuruhan. Saya kira investigasi masih harus diteruskan, ada banyak orang yang harus diambil keterangan, ada banyak hal yang harus dianalisis, berbasis teknologi yang lebih mumpuni, sesuai pemutahiran hari ini," ucap Andy Irfan, saat ditemui di Posko TGA Jalan Kawi, pada Jumat (4/11/2022).

 BACA JUGA:Anies Sebut Medan Kota Para Pejuang dan Perjuangan Dimulai dari Kota Medan

Ia menyoroti Komnas HAM sama halnya dengan kepolisian tidak melakukan investigasi dengan metode digital forensik yang berpedoman pada tangkapan layar CCTV yang terpasang di Stadion Kanjuruhan, serta video - video dari para penonton.

Padahal dari bukti video - video yang direkam penonton yang beredar di media sosial dapat dipahami bagaimana situasi yang sesungguhnya ada di lapangan yang bisa ditangkap langsung.

 

 

"Ada variabel kunci tentang sistematika serangan, yang dilakukan oleh personel keamanan disaat empat menit mematikan tadi. Dari digital forensik yang kita lakukan, kita mendapatkan empat poin penting di sana," tuturnya.

Pertama, Andy menyebut adanya pengelompokan pasukan yang jelas di aparat keamanan, di mana pasukan Brimob bertempat secara spesifik dan tidak berganti-ganti, serta seolah - olah sudah ada tugas khusus yang dikelompokkan.

Temuan kedua yakni mobilisasi pasukan, ada gerakan yang juga tidak acak tapi sistematis, menyesuaikan sasaran target yang kemudian mereka tembak dan serang dengan gas air mata.

"Ketiga target dan sasaran tidak acak, ada sejumlah pasukan groupping pasukan, dan dia pasif tidak ngapa-ngapain, tapi ada pasukan Brimob yang agresif menyerang, dan serangannya juga tidak membabi buta, tapi ke arah yang memang berpotensi menimbulkan korban," jelasnya.

"Ancaman ada di tengah lapangan, tapi tembakan ke arah tribun, dilakukan secara jelas tanpa keraguan, dengan pengawasan perwira. Komnas HAM sama sekali tidak menyebutkan hal ini," tambahnya.

Temuan keempat dikatakan Andy, adanya ritme tembakan yang dilakukan tidak secara acak, tapi jelas terlihat dari kamera punya ritme runtut. Dari empat petunjuk itulah seharusnya seluruh personel keamanan seharusnya diambil keterangan, termasuk adakah pertanggungjawaban sesuai komando yang diperlukan

"Kita melihat kejanggalan dan rekomendasi dari Komnas HAM. Di peristiwa Kanjuruhan ada hal yang spesifik di sana yang harusnya menjadi concern dari Komnas HAM untuk melihatnya lebih detail," jelasnya.

Pada rekomendasi yang disampaikan Komnas HAM disebutnya tak berani menunjuk siapa perwira yang bertanggungjawab di situ, ada puluhan polisi yang diperiksa Propam, sebagian diputus melanggar kode etik, kemudian tiga orang di antaranya ditetapkan tersangka.

"Komnas HAM tidak mengurai soal itu, mengapa kok Bidpropam hanya menentukan jumlah orang yang melanggar kode etik dan tiga orang menjadi tersangka. Ada keraguan bagi Komnas HAM untuk menjelaskan kepada publik di dalam peristiwa Kanjuruhan," terangnya.

"Kami mendesak ke Komnas HAM yang komisioner akan diganti, kami mendesak komisioner baru mereka untuk membuka kembali penyidikan, dengan melibatkan masyarakat sipil yang terkait, pakar yang terkait pihak-pihak yang terkait, agar menemukan hasil penyelidikan yang lebih autentik dan lebih sesuai fakta yang ada di lapangan, tanpa ragu-ragu menindak siapa yang salah," tandasnya.

(Nanda Aria)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement