HAJI Sulong bin Abdul Kadir yang juga dikenal sebagai Haji Sulong Tomina atau Haji Sulong merupakan seorang pemimpin spiritual dan politik yang berpengaruh di Pattani, Thailand selatan.
Dikutip dari BBC News Indonesia, Haji Sulong dipenjara dengan tuduhan menghasut pemberontakan separatis, antara tahun 1948-1952, di Lapas Pusat Bang Kwang di Nonthaburi Utara Bangkok, Thailan. Tuduhan itu menyusul pengajuan proposal berisi tujuh poin kepada pemerintah Thailand untuk mengupayakan otonomi terbatas dan identitas budaya Muslim Melayu Pattani.
Selama dipenjara, Haji Sulong rutin menuliskan surat untuk keluarganya. Salah satu suratnya berbunyi:
"Aku pamit, istriku tersayang, pertama kali untuk sekolah ke luar negeri demi melestarikan agama dan bangsa yang kita cintai. Sekarang aku lanjut belajar di Bang Kwang, dan karena aku belum lulus, para guru tidak mengizinkan kami untuk putuskan pendidikan kami. Setelah kami lulus, kami dapat kembali dan mengajar anak-anak untuk mempersiapkan masa depan".
Surat itu dituliskan pada Agustus 25, 1950. Seorang cucu dari Haji Sulong menunjukkan kepada BBC Thai surat-surat berbahasa Thai kuno ini. Dia meminta sesama tahanan politik untuk menuliskannya untuknya karena dia tidak berbicara atau menulis dalam bahasa Thailand. Setiap surat yang keluar dibaca dan disaring oleh petugas penjara sebelum dikirim.
Setelah berjalan beberapa langkah dari Jalan Ramkomut di tengah kota tua Pattani yang ramai, kami mencapai sebuah rumah tua yang terletak di tengah ketenangan. Ini adalah kediaman Haji Sulong yang beberapa tahun lalu direnovasi dan kembali ke kondisi semula.
Rumah itu memiliki tempat khusus dalam sejarah karena di sanalah ia menulis proposal berisi tujuh poin, yang menurut seorang akademisi sejarah lokal, berfungsi sebagai landasan gerakan yang menyerukan kebebasan budaya bagi umat Islam di empat provinsi di bagian paling selatan Thailand.
Baca juga: Pertunangan Pemuda 19 Tahun dan Nenek Anak Tiga Jadi Viral, Picu Kontroversi
Sebuah masjid yang berdiri tidak jauh dari sana, yang dia bantu bangun, sebelumnya adalah sekolah agama Islam pertama di negara itu.
Gerakan sosial Haji Sulong yang bertujuan untuk mengangkat kehidupan sesama Muslim, berlangsung selama dua dekade, yakni antara 1927-1954, sebelum berujung pada bab akhir yang kejam pada 13 Agustus 1954.
Pada hari itu, dia dan putra tertuanya serta sejumlah rekannya diduga diculik dan kemudian dibunuh oleh petugas keamanan di dekat Danau Songkhla.
Warisan politik dan sosial Haji Sulong terlihat jelas bahkan hingga 66 tahun sejak hari penghilangan paksanya.
Perjuangan dan pengorbanannya yang penuh semangat tertuang kembali di spanduk-spanduk yang menghiasi berbagai jalanan setempat dan di lembaga-lembaga pendidikan ketika generasi muda Muslim bersatu menyerukan kepada pihak berwenang untuk bertindak melawan penghilangan paksa dan pembunuhan di luar hukum terhadap aktivis politik yang diduga dilakukan oleh aparat negara.
BBC Thai berbicara dengan anak dan cucu dari keluarga Tomina untuk memahami kehidupan dan pemikiran almarhum pemimpin spiritual Muslim. Bagaimana Haji Sulong tetap relevan dengan populasi Muslim? Apa saja warisan yang dia tinggalkan?
Mengumpulkan kepercayaan publik
"Sebenarnya, dia sama sekali tidak memimpin gerakan (separatis). Satu-satunya fokusnya adalah mendidik masyarakat. Dia prihatin ketika melihat orang-orang tidak secara serius memahami esensi Islam."
Den Tomina, putra ketiganya yang berusia 86 tahun, seorang politisi Muslim senior utama dari Thailand Selatan, menceritakan karya ayahnya dari ingatan dan kisah-kisah yang diceritakan oleh orang-orang yang dekat dengannya.
Pada tahun 1927, Haji Sulong kembali ke Thailand setelah ziarah ke Makkah. Dia mendapati umat Muslim di Pattani berada di bawah pengaruh spiritualisme dan menyimpang dari ajaran Islam sehingga dia memulai berdakwah.
Dia mengundang masyarakat lokal untuk memahami dan menerima Islam melalui dialog dan teknik-teknik lainnya di Pattani dan provinsi-propinsi terdekat lainnya, yaitu Yala dan Narathiwat.
Den berkata bahwa satu-satunya impian ayahnya saat itu adalah "membantu Muslim lokal untuk memahami Islam dan berhenti mempraktikkan spiritualisme."