Teori patung berjalan yang diusulkan oleh Carl Lipo, “menyatukan sejarah lisan dan sains”, menurut Ellen Caldwell, profesor sejarah seni di Mt San Antonio College di California.
Caldwell adalah pakar dalam seni kelautan kuno. Perempuan itu menjelaskan bahwa patung berjalan adalah bagian dari tradisi lisan orang-orang Rapanui, dengan kata “neke-neke”, yang dalam bahasa Rapanui berarti “berjalan tanpa kaki”.
Dia juga mengungkapkan bahwa sejarah lisan inilah yang dikenang oleh para tetua dan keturunan Rapanui, kala menjawab pertanyaan bagaimana moai dipindahkan melintasi jarak yang sangat jauh tanpa mesin apapun.
Lagu dan cerita tentang patung berjalan
Pantun yang sering dilantunkan anak-anak Rapanui juga bercerita tentang patung berjalan; dan legenda menyebut seorang kepala suku yang memiliki mana, atau kekuatan gaib, membantu moai berjalan.
"Tradisi lisan yang ada di pulau ini mengisahkan moai berjalan dari tempat di mana mereka dibuat, ke tujuan akhir mereka di atas altar," kata Patricia Ramirez, yang telah tinggal di Rapa Nui sejak dia berusia lima tahun dan sekarang bekerja di sana sebagai pemandu wisata.
"Secara tradisional, satu-satunya cara sejarah diturunkan di pulau ini adalah melalui lagu, nyanyian, permainan, dan puisi. Ada banyak lagu dan cerita leluhur yang berbicara tentang patung berjalan."
Betapapun, kendati penduduk setempat telah lama membicarakan patung-patung itu berjalan, butuh lebih dari dua abad bagi para sarjana asing untuk menerima metode pengangkutan moai ini.
“Orang-orang Eropa dan peneliti lain mengatakan, ‘tidak, pasti ada cara lain, tidak mungkin seperti ini,” kata Lipo.