Adapun, sengketa perbatasan ini berawal pada 1969 dan terus berlangsung alot. Alhasil sengketa perbatasan dibawa ke Mahkamah Internasional 17 Desember 2002.
Mahkamah Internasional pun memutuskan pulau Ambalat, Sipadan dan Ligitan milik Malaysia dengan dasar sejarah pulau tersebut. Yakni, Malaysia telah terlebih dulu 'mengurusnya' sejak zaman kolonial.
2. Thailand
Wilayah Teluk Thailand juga menjadi bahan konflik perbatasan paling mencolok antara negeri gajah putih dan negeri jiran ini. Kala itu, Thailand mengklaim bahwa wilayahnya membentang hingga Kualat Tabar, Ko Losin Islet sampai ke Ko Kra didasarkan dari perjanjian Anglo-Siamese Treaty pada 1909.
Akan tetapi, Malaysia tidak terima, dan menganggap daerah Ko Losin Islet tidak dihitung menjadi wilayah Thailand jika dihitung dari batas terluar pantai.
Sengketa ini berakhir dengan damai lewat MoU bahkan keduanya berkomitmen melakukan pengembangan dan eksplorasi terhadap daerah yang dulu mereka sengketakan. Sayangnya, satu sengketa perbatasan antara dua negara ini belum sepenuhnya tuntas.
Sengketa ini muncul pada 1909 namun hingga kini negosiasi masih berlangsung alot. Pemerintah Malaysia menganggap bukit yang terletak di antara dua negara dan hulu dari sungai Golok seyogianya milik Malaysia.
3. Brunei
Perselisihan perbatasan juga terjadi antara Malaysia dengan Brunei Darussalam. Meski memiliki kedekatan budaya, sengketa perbatasan yang semakin berlarut membuat hubungan keduanya merenggang sehingga tabu untuk membicarakan masalah perbatasan di kedua negara ini.
Daerah Limbang menjadi sengketanya, mulanya daerah ini dikendalikan oleh kerajaan Sarawak. Namun, diklaim oleh Brunei lantaran secara geografis wilayah termasuk milik Brunei.
Tak terima, alhasil untuk menegaskan kepemilikan, Malaysia memasukkan daerah ini ke petanya pada 1979. Negosiasi pun berjalan alot sampai Malaysia tetap menganggap daerah ini sebagai miliknya, hal itu ditandai oleh penandatanganan the Exchange of Letters pada 16 Maret 2009 oleh Sultan Hassanal Bolkiah dan perdana menteri Abdullah Ahmad Badawi.
4. Filipina
Awal mula Filipina tidak menyukai Malaysia mengenai kepemilikan pulau Spratly. Sebab kedua negara ini memperebutkan pulau ini.
Klaim kepemilikan Malaysia tersebut berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Sea's 200-nautical-mile (370 km), dengan dasar aturan itulah Negeri Jiran pun memasukkan pulau ini ke dalam peta nasional mereka.
Filipina mengklaim Spratly Island atau yg dikenal sebagai pulau Kalayan didasarkan dari letak geografisnya. Dekrit Presiden Ferdinand Marcos pada 11 juni 1978. menjadi acuan dengan diperkuat the Philippines Archipelagic Baselines Act Filipina yang ditandatangani oleh Gloria Macapagal-Arroyo pada 11 Maret 2009.