JAKARTA - Studi hukum mengandung ciri-ciri ilmu terapan dan preskriptif. Yurisprudensi adalah ilmu preskriptif yang menyelidiki tujuan hukum, prinsip-prinsip keadilan, keandalan prinsip-prinsip hukum, konsepsi, dan norma. Ilmu hukum menciptakan praktik, klausul, dan aturan baku untuk menegakkan aturan hukum sebagai ilmu terapan.
Sekolah hukum memiliki karakteristik ilmu preskriptif dan terapan. Ilmu preskriptif yang dikenal sebagai yurisprudensi mempelajari tujuan hukum, prinsip-prinsip keadilan, dan ketergantungan konsep, norma, dan prinsip hukum. Sebagai disiplin ilmu terapan, ilmu hukum mengembangkan prosedur, ketentuan, dan peraturan yang baku untuk menegakkan hukum. Salah satu aspek penting dari ilmu hukum adalah karakter preskriptifnya. Belajar dari bidang lain dengan fokus hukum tidak dapat dibayangkan.
Pertimbangan tentang peran hukum dalam kehidupan masyarakat merupakan langkah awal dari inti ilmu hukum ini. Dalam hal ini, ilmu hukum bersinggungan dengan sesuatu yang lebih fundamental, yaitu hakikat hukum yang melekat, bukan hanya menempatkannya sebagai fenomena sosial yang hanya dilihat dari luarnya saja.
Ilmu hukum akan menimbulkan pertanyaan tentang apa tujuan hukum dalam perdebatan intrinsik dari hukum. Dalam hal demikian apa yang menjadi senyatanya ada berhadapan dengan apa yang seharusnya. Jawaban yang dapat mendamaikan dua realitas akan digali selama diskusi dalam sisi intrinsik dari hukum.
Keadilan adalah masalah berikutnya yang harus diatasi agar hukum dapat dipatuhi. Mengenai masalah ini, penting untuk mengingat kembali pendapat Gustav Radbruch yang dengan tepat mencatat bahwa memperoleh keadilan adalah satu-satunya tujuan hukum (“Est autem jus a justitia, sicut a matre sua ergo prius fuit justitia quam jus”).
Keadilan merupakan masalah yang telah berkembang dengan masyarakat manusia dan budaya intelektual daripada menjadi masalah matematika tradisional. Keadilan dapat mengambil beberapa bentuk, tetapi elemen dasarnya selalu hadir dalam interaksi sosial dan manusia. Karena bertentangan dengan prinsip dasar hukum, teori Hans Kelsen bahwa keadilan berbeda dengan hukum tidak dapat dipertahankan.
Dengan demikian, masalah penyelenggaraan keadilan diangkat dan ilmu hukum adalah ilmu bersifat preskriptif yang mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep- konsep hukum dan norma- norma hukum.
Orang-orang adalah anggota masyarakat dan makhluk yang penuh dengan kepribadian, mungkin sulit untuk menghargai keabsahan aturan hukum. Tindakannya harus dikontrol karena dia adalah anggota masyarakat. Dan masyarakat akan menghambat pertumbuhan pribadi individunya jika menetapkan norma-norma yang mengutamakan keteraturan.
Namun, setiap orang cenderung melindungi kepentingannya sendiri dengan mengorbankan hak orang lain bila diperlukan. Mempelajari gagasan hukum memerlukan pembelajaran gagasan yang sebelumnya hanya gagasan tetapi kemudian digambarkan sebagai kenyataan.
Dalam kehidupan sosial, gagasan hukum, aturan hukum, dan struktur hukum sangat penting. Salah satu hal yang sangat penting bagi kehidupan sosial adalah gagasan tentang hak milik, karena pentingnya gagasan hak milik seseorang tidak boleh digunakan semata-mata untuk kepentingan pribadi atau perseorangan, melainkan juga harus memperhatikan kepentingan masyarakat umum, misalnya. Gagasan yang demikian membutuhkan waktu untuk berkembang dan tidak cepat terlintas dalam pikiran. Hukum-hukum yang sejalan dengan konsep-konsep semacam itu mau tidak mau akan ditemukan bersama dengan konsep- konsep tersebut.
Studi tentang standar hukum sangat penting untuk bidang hukum. Diibaratkan belajar ilmu kedokteran tanpa mempelajari tubuh manusia adalah belajar hukum tanpa memahami kaidah-kaidah hukum. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu hukum adalah ilmu normatif, yang memang demikian adanya dan tidak ada pembenaran bagi seorang akademisi hukum untuk tetap memandang hukum sebagai ilmu normatif. Aspek preskriptif hukum menghasilkan sifatnya sebagai ilmu terapan.
Aplikasi ilmu hukum yang salah akan berdampak signifikan. Kebermaknaan akan muncul dari suatu tujuan yang secara teori benar tetapi kenyataannya tidak sejalan dengan apa yang ingin dicapai. Perlu diingat bahwa seseorang harus mematuhi sesuatu yang signifikan ketika mengembangkan proses atau pendekatan standar. Dalam situasi ini, studi hukum akan melihat opsi-opsi untuk menetapkan norma-norma tersebut.
Menurut karya Jan Gijssels dan Mark van Hoecke yang didasarkan pada sifat ilmiah hukum, tiga tingkatan ilmu hukum adalah rechtsdogmatiek (Hukum Dogma), rechtstheorie (Teori Hukum), dan rechtsfilosofie (Filsafat Hukum). Mengenai keutuhan kajian hukum sebagai ilmu, dapat dilihat dari ketiga pembagian tersebut bahwa dua di antaranya (dogma hukum dan teori hukum) merupakan ilmu hukum murni dan belum tergabung dengan ilmu lain, sedangkan filsafat hukum sudah demikian. Karena ada banyak topik yang dibahas di dalamnya yang memiliki koneksi ke ilmu lain. Konsekuensinya, studi hukum mengandung dua komponen, baik unsur teoritis maupun praktis.
Kesimpulannya setiap sarjana hukum harus mampu menyesuaikan ilmunya untuk dapat mengikuti kemajuan tersebut mengingat ilmu hukum saat ini berkembang sangat pesat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, ini telah berubah, sebagai akibat dari informasi yang dipelajari kehilangan beberapa sifat aslinya.
Karena hukum adalah ilmu yang otonom, ia harus dapat beroperasi sendiri, sejalan dengan prinsip-prinsip dasar hukum, dan menghasilkan hukum yang mencerminkan kemajuan masyarakat yang lebih kontemporer. Akibatnya, ilmu hukum harus kembali pada pengertian semula sebagai bidang studi hukum murni. Dengan mengembalikan ilmu hukum pada keberadaannya sebagai kumpulan informasi yang akan dikaji dan diteliti secara tepat, maka digunakan metode untuk memahaminya sebagai ilmu modern.
Victoria
PERSMA PANAH KIRANA FH UPH
(Widi Agustian)