Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Dituntut 8 Tahun Penjara Terkait Ekspor Minyak, Lin Che Wei Memohon Putusan Hakim Adil

Arie Dwi Satrio , Jurnalis-Rabu, 28 Desember 2022 |22:19 WIB
Dituntut 8 Tahun Penjara Terkait Ekspor Minyak, Lin Che Wei Memohon Putusan Hakim Adil
Sidang kasus korupsi minyak goreng (foto: MPI/Arie)
A
A
A

JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei untuk dijatuhi hukuman delapan tahun penjara. Lin Che Wei juga dituntut untuk membayar denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan.

Jaksa meyakini Lin Che Wei terbukti bersalah karena telah merugikan negara terkait kebijakan ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng. Lin Che Wei menepis dakwaan hingga tuntutan jaksa yang menyebutnya telah merugikan negara.

Melalui nota pembelaan alias pleidoinya, Lin Che Wei berharap majelis hakim membuat keputusan yang tepat. Dia berharap perkara terkait ekspor minyak goreng ini jangan sampai membuat takut orang-orang yang berniat baik membantu pemerintah dalam mengatasi kesulitan.

"Saya memohon majelis hakim mempertimbangkan putusan yang akan dibuat, terutama mengingat saya melakukan hal ini semua semata-mata untuk membantu negara yang berada dalam keadaan darurat," kata Lin Che Wei di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (28/12/2022).

 BACA JUGA:Dituntut 12 Tahun Bui, Terdakwa Korupsi Ekspor Minyak Bacakan Nota Pembelaan

Lin Che Wei meminta majelis hakim bisa menjadi hakim yang adil dalam perkara ini. Sehingga, kasus ini tidak menjadi sinyal negatif bagi pihak-pihak yang berniat baik membantu pemerintah, termasuk government relation officers, penasihat kebijakan (policy advisor), dan pelaku usaha.

"Pihak-pihak yang mencoba membantu dalam keadaan krisis sebagian besar adalah produsen minyak goreng yang berorientasi ekspor yang tidak mempunyai jalur distribusi seekstensif produsen minyak goreng yang berorientasi lokal," ungkap dia.

"Meskipun mereka memproduksi minyak goreng secara besar, namun mereka tidak menguasai jalur distribusi dalam negeri, sehingga tidak serta merta barang tersebut tersedia di level retailer," sambungnya.

Dalam pembelaannya lebih lanjut, Lin Che Wei meyakini apa yang dilakukannya dalam membantu Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatasi kelangkaan minyak goreng bukanlah tindakan pidana. Dia mengklaim tidak punya motif ekonomi maupun niat jahat untuk merugikan negara.

“Sebagai manusia tentu saja saya mempunyai banyak kelemahan dan kesalahan, namun saya yakin semua yang saya lakukan selama periode Januari sampai Maret 2022 tidak ada yang layak untuk dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi karena saya bukan mafia,” bebernya.

 BACA JUGA:Dituntut 8 Tahun Penjara, Lin Che Wei Tepis Punya Wewenang Terbitkan Ekspor Minyak

Lin Che Wei menegaskan, dia tidak pernah bertindak seolah-olah sebagai pejabat yang mempunyai otoritas menerbitkan persetujuan ekspor sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Kapasitasnya hanya sebagai Tim Asistensi Menko Perekonomian yang menjadi mitra diskusi Menteri Perdagangan.

“Saya menolak untuk mendapatkan wewenang stick and carrot. Saya juga menolak untuk terlibat di dalam persetujuan ekspor,” imbuhnya.

Lin Che Wei juga mengklaim tidak pernah mempromosikan diri maupun lembaga riset yang dipimpinya, IRAI, sebagai perusahaan yang memberikan jasa pengurusan izin ekspor kepada perusahaan sawit dan minyak goreng. Ia menepis mengusulkan syarat persetujuan ekspor CPO untuk diubah dan dikembalikan seperti peraturan sebelumnya untuk memudahkan pelaku usaha.

Usulan untuk mengubah syarat persetujuan ekspor dalam Permendag 8/2022 agara dikembalikan ke Permendag 2/2022 berasal dari pelaku usaha, sebagai kesaksian Thomas Muksim dari Wilmar Group.

Lebih lanjut, Lin Che Wei mengaku tidak pernah mengusulkan agar realisasi distribusi domestic market obligation (DMO) sebagai syarat persetujuan ekspor CPO diganti dengan program Pledge (komitmen). Menurut dia, JPU telah salah dengan mengasumsikan DMO minyak goreng identik dengan Program Darurat Migor yang dirancang untuk menggantikan program DMO minyak goreng.

“Kesalahan terbesar dari jaksa penuntut umum adalah menganggap saya mengusulkan agar perusahaan tidak melaksanakan realisasi distribusi DMO, dan syarat dari persetujuan ekspor dapat dilakukan hanya dengan melalui Pledge," papar Lin Che Wei.

Diketahui sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun).

Lima terdakwa tersebut yakni, Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor.

Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA; General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; serta Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement