JAKARTA - Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Silmy Karim membongkar modus turis miskin untuk bisa pulang ke negaranya tanpa biaya. Biasanya, kata Silmy, para pelancong miskin tersebut sengaja overstay ataupun melanggar aturan Keimigrasian agar bisa dideportasi.
"Ingat, kadang-kadang mereka (WNA) emang pengen dideportasi karena tidak punya tiket pulang. Habis duit negara kalau buat bayarin orang yang enggak mau beli tiket pulang," kata Silmy saat wawancara khusus dengan MNC Portal Indonesia di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (16/1/2023).
Baca juga: Bentrok Pekerja Asing di Morowali, Begini Reaksi Dirjen Imigrasi
Untuk mengantisipasi modus turis nakal tersebut, Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi kemudian membangun rumah detensi. Rumah detensi bertujuan untuk menampung para Warga Negara Asing (WNA) yang melanggar Undang-undang Keimigrasian. Di mana, kata Silmy, banyak WNA yang sampai bertahun-tahun berada di rumah detensi tersebut.
Baca juga: Eksklusif! Imigrasi Cari Pelintas Berkualitas Lewat Golden Visa
"Kita taruh di situ pelanggarnya. Itu ada yang bertahun-tahun karena apa, negaranya tidak mau terima. Kita ada anggaran buat mulangin, tapi orang tidak punya paspor, setelah dikonfirmasi ke negaranya, mereka tidak mengakui bahwa ini adalah warga negaranya, kebanyakan ini dari Afrika," bebernya.
Mantan Anggota Dewan Analis Strategis Badan Intelijen Negara (BIN) tersebut mengantongi data bahwa WNA yang paling banyak melanggar UU Keimigrasian berasal dari Afrika. Sementara WNA asal Eropa, biasanya, jika melanggar bakal langsung diurus oleh Kedutaannya.
"Kalau negara dari Eropa itu relatif mereka punya embassy itu datang mengurusi, atau Jepang. Tapi kalau udah masuk ke wilayah-wilayah negara yang memang secara ekonomi juga kurang baik, ya terus juga pelayanannya publiknya juga, hubungan luar negerinya kurang dekat, itu menjadi masalah," kata Silmy.
"Sehingga, di beberapa tempat itu mayoritas penghuni di rumah detensi itu dari negara-negara tertentu aja," sambungnya.
(Fakhrizal Fakhri )