JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan terdakwa dugaan kasus pembunuhan Brigadir J, Putri Candrawathi, mengalami depresi lantaran kekerasan seksual tidaklah relevan. Hal itu disampaikan kubu jaksa saat membacakan replik atas pleidoi Putri Candrawathi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (30/1/2023).
Dalam pleidoinya itu, kuasa hukum menyebut Putri Candrawathi depresi berdasarkan keterangan ahli psikologi forensik.
"Di dalam pleidoi tim penasihat hukum terdakwa menggunakan alat bukti keterangan ahli psikologi forensik yang menggambarkan terdakwa Putri Candrawathi sebagai orang yang mengalami depresi atau trauma kekerasan seksual adalah tidak relevan," ujar Jaksa di persidangan, Senin (30/1/2023).
Jaksa menjelaskan, alat bukti tersebut sebagai circumtance evidence atau alat bukti tidak langsung, baik dalam keterangan ahli psikologi forensik Reni Kusumawardani dan ahli Nathanael Johanes Sumampouw. Keduanya memberikan memberikan keterangannya di persidangan di bawah sumpah.
Hasil analisis psikologi forensik memiliki deviasi dan hasil psikologi forensik tak bisa 100 persen menjamin kebenaran sesuai fakta yang sebenarnya.
"Hal tersebut bersesuaian dengan keterangan ahli kriminologi, yaitu Prof Muhammad Mustofa memberikan keterangannya di depan persidangan di bawah sumpah, bahwa untuk membuktikan ada tidaknya suatu perbuatan seksual atau pemerkosaan harus ada bukti ilmiah, yaitu pemeriksaan forensik, seperti jejak DNA berupa visum et repertum," tuturnya.
Namun, jaksa menambahkan, Putri tidak diperiksa karena berusaha menutupi dan mempertahankan kebohongannya yang didukung oleh tim pengacara Putri. Terkait hal itu, jaksa menyatakan dalil-dalil yang dikemukakan kuasa hukum Putri harus dikesampingkan.
(Erha Aprili Ramadhoni)