"Tapi kata Gus Dur bukan itu. Ada pula yang menjawab hebat karena bisa membuat pesantren ribuan, kata Gus Dur juga bukan itu," lanjutnya.
Dia menjelaskan, ternyata kehebatan ulama nusantara Menurut Gus Dur adalah karena mempunyai sifat legowo dan menerima segala perbedaan. Hal itu bukan tanpa alasan. Seperti yang terjadi di Jawa yang mayoritas muslim, para ulama tetap berkomitmen menjaga tempat ibadah non muslim.
"Ulama-ulama NU yang terkenal di nusantara ini mengatakan kalau masjid haram kau rusak, candi, gereja itu juga haram kau rusak. Kita yang mendengar jawaban Gus Dur ya terheran-heran dan kagum," ujarnya.
Kiai Marzuki mengungkapkan, hal yang sering dikampanyekan Gus Dur mempunyai maslahat yang sangat besar bagi keutuhan bangsa Indonesia yang kental dengan beragam suku, agama dan budaya. Kiai Marzuki mencontohkan, kalau di Jawa ada makam Walisongo ramai dikunjungi peziarah dengan aman tanpa gangguan, maka di Bali ada makam Wali Tujuh.
"Makam itu di Bali aman meskipun di wilayah minoritas muslim. Para pecalang rela menjaganya dengan tulus asal candi juga jangan diganggu. Komitmen Kiai Jawa tidak akan merusak candi itu sebetulnya sebagai timbal balik karena warga Hindu Bali juga komitmen menjaga makam Walipitu dengan ikhlas tanpa bayaran," lungkapnya.
Menurut dia, hal itu berbanding terbalik seumpama di Jawa penduduknya merusak peribadatan umat Hindu, pasti makam di Bali juga akan mengalami hal serupa. Maka ini adalah sikap moderat yang harus terus dijaga.