Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Mengapa Pemuda Arab Makin Banyak Mengkonsumsi Obat Anti Impoten?

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Jum'at, 17 Februari 2023 |06:52 WIB
Mengapa Pemuda Arab Makin Banyak Mengkonsumsi Obat Anti Impoten?
Ilustrasi/Foto: Istimewa
A
A
A

Tekanan pria

Tingginya minat konsumen mendorong perusahaan lokal beraksi. Pada 2014, obat anti-impoten bernama Al-Fankoush muncul di supermarket-supermarket Mesir dalam wujud cokelat.

Al-Fankoush dijual seharga satu pound Mesir (Rp775 mengikuti kurs mata uang saat ini ). Namun, sesaat setelah beredar di pasaran, distribusi Al-Fankoush dihentikan apparat lantaran media setempat melaporkan bahwa obat itu juga dijual ke anak-anak.

Penggunaan obat anti-impoten diketahui lebih banyak dipakai pria yang lebih tua ketimbang pria muda. Namun, di Yaman, data dari kementerian kesehatan setempat menunjukkan obat tersebut paling banyak dikonsumsi pria kelompok umur 20 hingga 45 tahun.

Laporan media di negara tersebut menyebut Viagra dan Cialis justru dipakai pria muda sebagai obat-obatan rekreasional saat pesta sejak awal perang sipil antara kubu pemberontak Houthi dan koalisi pimpinan Saudi pada 2015.

Mohamed Sfaxi, guru besar urologi dan bedah alat reproduksi, menekankan dalam wawancara dengan BBC bahwa obat-obatan semacam itu "bukan stimulan" dan seharusnya dipakai untuk menangani keluhan-keluhan yang dalam banyak kasus "dirasakan kaum lansia".

Sementara itu, seorang pakar seksualitas di Timur Tengah menilai kaum muda Arab mengonsumsi pil anti-impoten karena faktor budaya.

"Alasannya boleh jadi merujuk ke masalah lebih besar yang dihadapi kaum muda Arab," jelas Shereen El Feki, wartawan Mesir-Inggris sekaligus penulis buku berjudul Sex and the Citadel: Intimate Life in a Changing Arab World.

Menanggapi hasil survei besar sokongan PBB tahun 2017 mengenai kesetaraan gender di Timur Tengah, El Feki menjelaskan, "Hampir semua responden pria khawatir soal masa depan dan bagaimana mereka akan menafkahi keluarga mereka. Banyak pria bicara mengenai tekanan besar menjadi seorang pria, sementara kaum perempuan menilai 'bagaimana pria bukan lagi pria'.

"Itu artinya para pria berada dalam tekanan dan kemampuan seksual terjalin dalam budaya maskulinitas, sehingga ada banyak tekanan pada kemampuan seksual," paparnya.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement