TANGERANG - Upaya penyelundupan 67,8 kilogram sisik trenggiling melalui Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) berhasil digagalkan. Trenggiling atau yang memiliki nama latin Manis Javanica itu masuk dalam daftar hewan terancam punah atau Apendix I.
Menurut Kasatreskrim Polresta Bandara Soetta, Kompol Reza Fahlevi, penyelundupan tersebut didalangi oleh seorang warga negara asing (WNA) asal Mesir berinisial ASH (40). Tak sendirian, ASH juga dibantu oleh dua warga negara Indonesia (WNI), yaitu AT (41) yang diamankan di Serang, Banten, dan AS (43) dibekuk di Bandung, Jawa Barat.
"Total barang bukti yang berhasil diamankan penyidik itu 67,8 kilogram sisiknya saja. Sisik yang diselundupkan itu sudah siap kirim, jadi sudah tidak ada daging, tulang, hanya sisiknya saja," ujar Reza saat konferensi pers, Rabu (12/4/2023).
Aksi yang dilakukan komplotan tersebut sudah berjalan lebih dari tiga bulan. Pelaku menjual sisik trenggiling dengan harga yang berbeda-beda namun meminta nilai fantastis. Satu kilogram sisik trenggiling dihargai mulai dari Rp1 juta hingga Rp3 juta.
Jika dengan harga tertinggi, nominal harga sisik trenggiling yang diamankan mencapai Rp201.000.000.
"Kita ambil hasil penelitiannya, dibutuhkan empat ekor trenggiling dewasa hanya untuk mendapatkan satu kikogram sisik. Jadi kalau 67,8 kilogram dibutuhkan lebih 271 ekor trenggiling," ujar Reza.
Sementara itu, perwakilan dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta, Jimmy Piter Karubun mengatakan kalau trenggiling termasuk hewan yang dilindungi atau Appendix I dan dilarang untuk diperjual belikan.
"Trenggiling adalah mamalia yang unik, mamalia bersisik dilindungi undang-undang, dalam hal ini peredarannya tidak dipebolehkan didagang baik di dalam atau luar negeri," ujar Jimmy.
Sebab, binatang mamalia bersisik itu hanya bisa melahirkan satu sampai dua anak saja sekali melahirkan. "Kita juga tidak tahu apakah yang diambil sisiknya oleh pelaku itu jantan atau betina. Kalau 271 ekor tadi bisa diprediksikan kerugian negara, bisa diambang kepunahan," tutur Reza lagi.
Sebagai informasi, perlindungan Trenggiling termaktub dalam Undang‑Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya antara lain mengatur tentang pemanfaatan jenis tmbuhan dan satwa liar.
Untuk para tersangka pun dijerat Pasal 21 juncto Pasal 40 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dengan ancaman paling lama lima tahun penjara dan denda maksimal Rp100 juta.
(Arief Setyadi )