Sebagai seorang pujangga, Abu Nawas mengambil inspirasinya dari kedai minum Yahudi di Kota Basra, sekarang Irak, dan kedai minum Kristen di Mesir. Puisi-puisi indahnya banyak bertema anggur dan cinta, termasuk erotisme dan seks.
Perlu dicatat, saat itu masyarakat Islam yang masih berkembang, masih memiliki kecintaan yang cukup dalam terhadap anggur.
Meski kerap mabuk, Abu Nawas mampu menelurkan karya-karya sastra yang cemerlang, sehingga namanya dengan cepat menjadi terkenal di seantero Kekhalifahan Abbasiyah.
Tema-tema puisi dan karya sastra Abu Nawas, yang unik, tidak melulu bertema padang pasir seperti kebanyakan sastra saat itu, dan dikemas dengan bahasa yang jenaka dan lucu, sangat disukai masyarakat.
Sisi humor dan jenaka Abu Nawas ini, konon, yang membantunya di saat-saat dia menyinggung atau menimbulkan ketidaksenangan dari Khalifah Harun Al Rasyid. Mungkin hal inilah yang membuat Abu Nawas menjadi legenda, yang kisah-kisahnya kemudian dirangkum dalam Cerita 1001 Malam.
Kehidupan hedon Abu Nawas ini berlangsung hingga suatu ketika dia dijebloskan ke penjara karena salah satu puisinya yang menyinggung dan membuat murka Khalifah Harun Al Rasyid.
Sejak mendekam di penjara, puisi-puisi Abu Nawas menjadi lebih religius, bertema keagamaan dan kepasrahannya kepada Allah SWT.