VATIKAN - Paus Fransiskus untuk pertama kalinya akan mengizinkan perempuan untuk memberikan suara pada pertemuan global para uskup yang berpengaruh pada Oktober mendatang. Ini menjadi sebuah langkah yang disambut sebagai langkah pertama yang bersejarah.
Aturan baru yang diumumkan pada Rabu (26/4/2023) itu akan memberikan lima suster hak suara di sinode, yang merupakan badan penasehat kepausan.
Dulu, perempuan hanya diperbolehkan menghadiri pertemuan itu sebagai pengamat. Laki-laki masih akan memberikan suara mayoritas pada pertemuan berpengaruh itu.
Namun demikian, reformasi dipandang sebagai perubahan signifikan bagi Gereja Katolik Roma, yang selama berabad-abad didominasi oleh laki-laki.
Konferensi Pentahbisan Wanita yang berbasis di AS, yang mengadvokasi para pendeta wanita, menyebut reformasi itu sebagai "celah yang signifikan di langit-langit kaca patri".
"Selama bertahun-tahun perwakilan dan uskup Vatikan menentang, menggerakkan tiang gawang dengan setiap sinode tentang mengapa perempuan tidak diizinkan untuk memilih," tulis kelompok itu di Twitter, dikutip BBC.
"Alasan tak terucapkan selalu seksisme,” lanjutnya.
"Dalam waktu dekat, kami berharap sinode terus berkembang menjadi badan yang sepenuhnya mewakili umat Allah,” ujarnya.
Melanggar tradisi lebih lanjut, Paus Fransiskus mengumumkan bahwa hak suara juga akan diperpanjang hingga 70 anggota non-klerus yang dipilih sendiri dari komunitas religius, menjauhkan sinode dari sekadar pertemuan hierarki Gereja.
Paus, yang memperjuangkan reformasi, mengatakan bahwa dia berharap setengah dari ini akan menjadi perempuan dan ada juga penekanan untuk memasukkan kaum muda.
“Ini adalah perubahan penting, ini bukan revolusi,” kata Kardinal Jean-Claude Hollerich, seorang penyelenggara sinode.
Christopher Lamb, koresponden Vatikan untuk publikasi berita Katolik The Tablet, mengatakan kepada program Newshour BBC World Service bahwa perubahan itu "sangat signifikan" dan upaya Paus untuk membuat keputusan tentang masa depan Gereja lebih inklusif.
Dia menambahkan, reformasi terkait perempuan mencerminkan dialog yang "belum pernah terjadi sebelumnya" atas isu representasi perempuan yang telah terjadi selama beberapa waktu.
Tapi Lamb memperkirakan Paus akan menghadapi "perlawanan yang signifikan" dari beberapa bagian Gereja atas keputusan terbaru ini.
(Susi Susanti)