Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Eks PM: Krisis Sudan Bisa Menjadi Mimpi Buruk Dunia

Rahman Asmardika , Jurnalis-Minggu, 30 April 2023 |14:01 WIB
Eks PM: Krisis Sudan Bisa Menjadi Mimpi Buruk Dunia
Mantan Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok. (Foto: Reuters)
A
A
A

NAIROBI - Mantan Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok memperingatkan bahwa konflik di negaranya bisa menjadi lebih buruk daripada di Suriah dan Libya. Hamdok mengatakan bahwa pertempuran antara militer Sudan dengan paramiliter RSF akan menjadi "mimpi buruk bagi dunia" jika terus berlanjut. 

Pada Minggu, (30/4/2023) pagi, pesawat tempur dan tembakan anti-pesawat terdengar di atas ibu kota Khartoum, kata penduduk.

BACA JUGA:

Berisi Sampel Penyakit dan Bahan Biologis, WHO Peringatkan Risiko Bahaya Usai Paramiliter Sudan Rebut Laboratorium 

Tentara mengatakan mereka menyerang dari segala arah, menggunakan artileri berat.

Pertempuran yang dimulai pada 15 April telah menewaskan ratusan orang, sementara puluhan ribu orang meninggalkan negara itu.

Perpanjangan gencatan senjata yang tidak nyaman pada Kamis, (27/4/2023) malam antara faksi-faksi yang bertikai mengikuti upaya diplomatik intensif oleh negara-negara tetangga, serta Amerika Serikat (AS), Inggris, dan PBB. Namun perpanjangan 72 jam belum dilaksanakan.

Sementara itu, ada pemandangan kacau di Port Sudan di mana orang-orang nekat naik kapal, beberapa di antaranya menuju Arab Saudi dan Yaman.

Berbicara di sebuah konferensi di ibu kota Kenya, Nairobi, Hamdok menyerukan upaya internasional terpadu untuk membujuk panglima militer Sudan dan pemimpin RSF untuk mengadakan pembicaraan damai.

"Ini adalah negara yang sangat besar, sangat beragam... Saya pikir ini akan menjadi mimpi buruk bagi dunia," katanya sebagaimana dilansir BBC.

"Ini bukan perang antara tentara dan pemberontakan kecil. Ini hampir seperti dua tentara - terlatih dan dipersenjatai dengan baik."

Hamdok - yang menjabat sebagai perdana menteri dua kali antara 2019 dan 2022 - menambahkan bahwa ketidakamanan bisa menjadi lebih buruk daripada perang saudara di Suriah dan Libya. Perang tersebut telah menyebabkan ratusan ribu kematian, menciptakan jutaan pengungsi dan menyebabkan ketidakstabilan di wilayah yang lebih luas.

Konflik pecah setelah Komandan Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan Pimpinan RSF Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, yang lebih dikenal sebagai Hemedti, tidak setuju dengan usulan negara untuk pindah ke pemerintahan sipil, dan tentang jangka waktu masuknya 100.000 personel RSF ke dalam tentara.

Kedua faksi takut kehilangan kekuasaan di Sudan, sebagian karena di kedua belah pihak ada orang yang bisa diadili di Pengadilan Kriminal Internasional atas kejahatan perang yang dilakukan di wilayah Darfur hampir 20 tahun lalu.

Jutaan orang masih terperangkap di Khartoum, di mana terjadi kekurangan makanan, air, dan bahan bakar.

RSF mengatakan tentara memperluas konflik dengan mengerahkan polisi Central Reserve - sebuah unit dengan reputasi brutal terhadap warga sipil. Kekerasan juga dilaporkan sangat buruk di El Geneina, sebuah kota di Darfur di Sudan barat, dengan klaim bahwa kelompok milisi telah menjarah dan membakar pasar.

Hemedti mengatakan kepada BBC bahwa dia tidak akan bernegosiasi sampai pertempuran berakhir. Dia mengatakan para pejuangnya "tanpa henti" dibom sejak gencatan senjata diperpanjang.

"Kami tidak ingin menghancurkan Sudan," katanya, menyalahkan panglima militer Jenderal Abdel Fattah al-Burhan atas kekerasan tersebut.

Jenderal Burhan - kepala tentara reguler Sudan - untuk sementara menyetujui pembicaraan tatap muka di Sudan Selatan.

(Rahman Asmardika)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement