Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Perang Mematikan Sudan, Serangan Udara Hantam Khartoum Meski Ada Gencatan Senjata

Susi Susanti , Jurnalis-Senin, 01 Mei 2023 |10:53 WIB
Perang Mematikan Sudan, Serangan Udara Hantam Khartoum Meski Ada Gencatan Senjata
Perang mematikan Sudan, banyak orang bergegas pergi menyelamatkan diri (Foto: Anadolu Agency)
A
A
A

KHARTOUM - Serangan udara telah menghantam ibu kota Sudan, Khartoum, meskipun gencatan senjata dilakukan ntuk memungkinkan warga sipil dievakuasi menyelamatkan diri.

Tentara mengatakan mereka menyerang kota itu untuk mengusir saingan paramiliternya, Pasukan Pendukung Cepat (RSF).

Pertempuran semakin intensif bahkan ketika pihak yang bertikai mengatakan mereka akan memperpanjang gencatan senjata tiga hari lagi.

Lebih dari 500 kematian telah dilaporkan dengan jumlah korban yang sebenarnya diyakini jauh lebih tinggi. Jutaan orang masih terperangkap di Khartoum.

Panglima Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan kepala RSF Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, yang lebih dikenal sebagai Hemedti, bersaing memperebutkan kekuasaan - dan tidak setuju khususnya tentang rencana untuk memasukkan RSF ke dalam tentara.

Para jenderal menyetujui gencatan senjata kemanusiaan setelah upaya diplomasi intensif oleh negara-negara tetangga, Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Gencatan senjata itu diperpanjang, tetapi tidak bertahan.

Namun, masih belum jelas apa yang akan mereka lakukan pada tahap selanjutnya dari kesepakatan yang dicapai dengan mediasi AS dan Saudi.

Sebelum pengumuman perpanjangan pada Minggu (30/4/2023), tentara mengatakan telah melakukan operasi terhadap pasukan RSF di utara pusat kota.

Hamid Khalafallah, dari Tahrir Institute for Middle East Policy, adalah salah satu dari mereka yang tidak bisa melarikan diri.

“Ketika ada ledakan bom yang sangat keras dan semakin dekat, kami berlindung di dalam rumah, usahakan semua datang ke ruang tengah, jauh dari jendela, jauh dari dinding, dan seterusnya, dan hanya berbaring di lantai sampai lewat,” terangnya.

"Ketika sedikit lebih jauh, kami mencoba menggunakan jam tenang yang kami dapatkan - beberapa jam sehari - untuk segera keluar dan mendapatkan apa yang kami butuhkan yang juga sangat berisiko tetapi kami harus melakukannya,” lanjutnya.

Penerbangan bantuan besar pertama, yang sarat dengan persediaan medis, telah tiba di negara tersebut.

Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengatakan sebuah pesawat mendarat di Pelabuhan Sudan dengan delapan ton pasokan bantuan, termasuk perlengkapan kesehatan untuk rumah sakit.

"Dengan permusuhan yang masih berlangsung, tim ICRC akan memerlukan jaminan jalan yang aman dari pihak-pihak yang berkonflik untuk mengirimkan materi ini ke fasilitas medis di lokasi pertempuran aktif, seperti Khartoum," kata sebuah pernyataan.

Lebih dari 70% fasilitas kesehatan di ibu kota terpaksa ditutup akibat pertempuran yang meletus pada 15 April lalu.

Koresponden diplomatik BBC Paul Adams, yang memantau peristiwa dari Nairobi di Kenya, mengatakan tentara akan kesulitan mengusir RSF dari Khartoum.

Untuk semua daya tembak tentara yang superior, RSF sangat mobile dan lebih cocok untuk perang kota, tambah koresponden kami.

Negara-negara asing telah mengevakuasi warga negara mereka di tengah kekacauan.

Pemerintah Inggris mengumumkan pada hari Minggu bahwa mereka akan mengatur penerbangan evakuasi terakhir pada hari Senin - dua hari setelah mengatakan telah mengakhiri operasinya untuk membawa warga negara Inggris keluar. Kantor Luar Negeri (FCDO) menyarankan mereka yang ingin pergi untuk melakukan perjalanan ke titik evakuasi di Port Sudan sebelum pukul 12:00 (10:00 GMT). FCDO mengatakan sejauh ini, 2.122 orang telah dievakuasi.

Konvoi yang diorganisir AS telah mencapai Port Sudan untuk mengevakuasi lebih banyak warga AS dengan kapal ke Jeddah di Arab Saudi. Ratusan orang Amerika telah pergi, selain para diplomat yang dievakuasi melalui udara seminggu yang lalu.

Pada Sabtu (29/4/2023), mantan Perdana Menteri (PM) Sudan Abdalla Hamdok memperingatkan bahwa konflik bisa menjadi lebih buruk daripada yang terjadi di Suriah dan Libya. Perang tersebut telah menyebabkan ratusan ribu kematian dan menyebabkan ketidakstabilan di wilayah yang lebih luas.

"Saya pikir ini akan menjadi mimpi buruk bagi dunia. Ini bukan perang antara tentara dan pemberontakan kecil. Ini hampir seperti dua tentara,” terangnya di Nairobi.

(Susi Susanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement