JAKARTA - Direktur Jenderal HAM Kemenkumham, Dhahana Putra memandang kasus dugaan kekerasan seksual yang menimpa anak perempuan 15 tahun di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Sulteng) merupakan peristiwa memilukan. Dalam kasus ini, korban diperkosa 11 orang, mulai dari kepala desa hingga oknum Brimob.
Ia berharap para tersangka yang melakukan perbuatan keji itu dapat dihukum seadil-adilnya.
“Kami yakin aparat penegak hukum dapat mengusut kasus ini sampai tuntas secara transparan dengan mengedepankan asas kepentingan terbaik bagi anak korban sehingga para pelaku perbuatan keji itu akan dihukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Dhahana, dalam keterangannya, Sabtu (3/6/2023).
Menurut Direktur Jenderal HAM, aparat penegak hukum tidak perlu ragu untuk mempertimbangkan UU Perlindungan Anak, UU Sistem Peradilan Pidana Anak, maupun UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai acuan dalam mendalami perkara.
“Jelas bahwa Pasal 4 Ayat (2) UU 12 Tahun 2022 tentang TPKS disebutkan perkosaan atau persetubuhan terhadap anak dikategorikan sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” tuturnya.
Dhahana menyatakan, pihaknya juga berkoordinasi dengan DP3A Pemprov Sulteng guna mendorong upaya-upaya pemenuhan HAM bagi anak perempuan yang menjadi korban kasus ini.
“Kami sudah minta Pak Direktur Yankomas agar segera berkoordinasi dengan DP3A Pemprov Sulawesi Tengah dan seluruh pihak terkait untuk menjamin mekanisme pemulihan yang komprehensif bagi anak perempuan yang menjadi korban, utamanya hak atas kesehatan fisik dan psikis,” ucapnya.
Dhahana juga mengungkapkan Direktorat Jenderal HAM bersama Kemen-PPPA dan para pemangku kepentingan lainnya tengah menggodok peraturan pelaksana UU TPKS setingkat Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden. Peraturan Pelaksana TPKS ini dipastikan memuat substansi HAM.
“Segala upaya untuk menangani tindak pidana kekerasan seksual harus menjunjung tinggi prinsip HAM dengan kerangka yang komprehensif untuk mencegah kekerasan seksual, melindungi korban dan penyintas sekaligus mempromosikan perubahan sosial,” kata Dhahana.
Ia yakin dengan adanya Peraturan Pelaksana dari TPKS ini, akan semakin menguatkan komitmen guna mencegah maupun menangani persoalan tindak pidana kekerasan seksual di Tanah Air.
“Kami yakin Peraturan Pelaksana ini juga akan membantu APH ke depan dalam menangani kasus-kasus tindak pidana kekerasan seksual,” tuturnya.
(Erha Aprili Ramadhoni)