JAKARTA – Pada tahun Syaka 1273, Dewi Indu tercatat menjadi Ratu di Lasem. Menurut kisah yang diceritakan Kitab Negarakretagama, Dewi Indu adalah saudara sepupunya Prabu Hayam Wuruk di Wilwatikta (Majapahit), yang bergelar Bhre Lasem.
Kitab Nagarakretagama pupuh VI ini pun menggambarkan kedua adik perempuan Hyam Wuruk beserta suaminya masing-masing.
Penggiat sejarah Lasem, Moh Al Mahdi, mengatakan kecantikan Dewi Indu seperti Dewi Srikandhi, yakni teduh seperti bulan purnama. Tak heran jika pada akhirnya semua orang di Lasem sampai memberi julukan Dewi Purnama Wulan kepada dirinya.
Adapun suaminya bernama Pangeran Rajasawardana, yang menjadi Dhang Puhawang (Panglima Perang Angkatan Laut) di Majapahit, menguasai kapal-kapal perang di pelabuhan Kaeringan dan Pelabuhan Regol di Lasem.
Ia juga merangkap menjadi Adipati (Pemimpin/Bupati) di Mataun. Pangeran Rajasawardana tampan seperti Harjuna, pintar menembang dan merayu. Karena itu, dia diberi nama lain yaitu Raden Panji Maladresmi.
"Mereka berdua begitu rukun dan mesra dalam berumah tangga sampai tua, sampai akhir hayatnya, ibaratnya seperti kemesraan Sang Hyang Kamma Rati dan Sang Hyang Kadharpa," jelasnya.
"Pada waktu kerajaan Lasem di perintah oleh Ratu Dewi Indu, wibawa dan pengaruh Sang Prabu Putri begitu besar. Pemerintahannya adil, lurus, dan kencang," tambahnya.
Menurut kitab itu, wilayah kekuasaan sang Ratu Lasem ibarat bumi Jawa yang terbelah menjadi dua. Dari Pacitan dan sepanjang sungai/bengawan Genthong sampai pertemuan sungai/bengawan Silugangga di Pangkah Sidayu.
Di Carita Sejarah Lasem diceritakan bahwa Dewi Indu meninggal tahun Syaka 1304, Pangeran Rajasawardhana meninggal pada tahun 1305. Abu perabuan mereka berdua dibuatkan candhi di Gunung Argasoka sebelah Utara. Tepat di sebelah timur Candhi Ganapati Pucangan di bukit Ngendhen.
Candi perabuan Dewi Indu dan Pangeran Rajasawardhana di buat dari batu Gombong, dilapisi dengan batu Chendani; diapit teduh pohon beringin Brahmastana kembar, di sebelah utara dan selatan candi.
Puncak Candi terukir arca Sang Hyang Buddha Sakyamuni, dikurung dalam kelopak puspa widuri; tingkat di bawahnya di tempati arca Dewi Indu yang diukir seperti Sang Bathari Sri Lokeswara di dalam Sanabangta.
Bhre Lasem menurunkan putri jelita Nagarawardani. Dikisahkan, istri Bhre Wirabhumi adalah Nagarawardhani, putri Bhre Lasem alias Indudewi. Indudewi adalah putri Rajadewi dan Wijayarajasa.
Bhre Wirabhumi yang lahir dari selir Hayam Wuruk, menjadi anak angkat Rajadewi (bibi Hayam Wuruk), dan kemudian dinikahkan dengan Nagarawardhani, cucu Rajadewi.
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Wijayarajasa, hubungan antara Majapahit istana barat dan timur belum menegang, mengingat Wijayarajasa adalah mertua Hayam Wuruk.
Wijayarajasa meninggal pada 1398. Ia digantikan anak angkat sekaligus suami cucunya, yaitu Bhre Wirabhumi, sebagai raja istana timur. Sementara itu, Hayam Wuruk meninggal pada 1389. Ia digantikan keponakan sekaligus menantunya, yaitu Wikramawardhana.
Ketika Indudewi meninggal dunia, jabatan Bhre Lasem diserahkan pada putrinya, yaitu Nagarawardhani. Tapi Wikramawardhana juga mengangkat Kusumawardhani sebagai Bhre Lasem.
Itulah sebabnya, dalam Pararaton terdapat dua orang Bhre Lasem, yaitu Bhre Lasem Sang Alemu istri Bhre Wirabhumi, dan Bhre Lasem Sang Ahayu istri Wikramawardhana.
Sengketa jabatan Bhre Lasem ini menciptakan perang dingin antara istana barat dan timur, sampai akhirnya Nagarawardhani dan Kusumawardhani sama-sama meninggal pada 1400. Wikramawardhana segera mengangkat menantunya sebagai bhre Lasem yang baru, yaitu istri Bhre Tumapel.
(Susi Susanti)