Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

DPR : Mafia Impor Bawang Putih Bisa Dijerat Undang-Undang

Arie Dwi Satrio , Jurnalis-Jum'at, 16 Juni 2023 |23:03 WIB
DPR : Mafia Impor Bawang Putih Bisa Dijerat Undang-Undang
Ilustrasi (Foto : Okezone.com)
A
A
A

JAKARTA - Anggota Komisi Vl DPR RI Herman Khaeron menduga ada mafia terkait perizinan impor bawang putih. Para mafia impor bawang putih itu bisa dijerat undang-undang.

Dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan dan UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan, kata Herman Khaeron, memberi ruang lebih sempit untuk spekulan.

"UU Pangan dan UU Perdagangan cukup untuk menjerat spekulan, pemain, dan termasuk penimbun. Bisa ditindak karena merugikan masyarakat," kata Herman dalam keterangannya, Jumat (16/6/2023).

Dia mengatakan, banyak perizinan impor bawang putih yang masih tersendat. Padahal, Indonesia sedang membutuhkan pasokan bawang putih sekira 400 ribu ton.

Herman menyebut dari sekira ratusan pelaku usaha yang mengajukan impor bawang putih, hanya 35 yang disetuju. Oleh karenanya, ia sempat meminta untuk mengusut dugaan adanya mafia perizinan impor bawang putih saat rapat kerja bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag).

"Dalam rapat kerja bersama Kementerian Perdagangan, saya justru paling keras. Saya menyampaikan bahwa ada mafia-mafia rente," kata Herman.

"Mafia rente apa? Mafia yang hanya menjadi mediator dan mengambil keuntangan tapi juga ada mafia sesungguhnya yang dia bisa mengontrol baik itu harga di luar negeri maupun harga distibusi dalam negeri," sambungnya.

Sementara itu, Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Bawang dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) Antonius Batubara mengatakan dengan jumlah angka importasi tersebut, saat ini Indonesia masih kekurangan 440 ribu ton bawang putih.

"Untuk tahun ini kebutuhan Indonesia kira-kira kurang lebih 600 ribu ton tetapi yang sedikit kita tanda tanya adalah sampai bulan Juni ini hanya dikeluarkan 160 ribu ton jadi masih ada defisit 440 ribu ton,' kata Antonius Batubara.

Penerbitan Persetujuan Impor (PI) yang masih kecil tersebut mengakibatkan pasokan bawang putih di pasar jadi terbatas. Diduga, sebanyak 35 perusahaan yang mendapatkan PI tersebut dikendalikan oleh segelintir pelaku usaha

Anton meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersikap transparan dalam menerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI). Termasuk membeberkan mengapa izin impor hanya diterbitkan untuk 35 perusahaan.

"Perlu ada sosialisasi mengenai transparansi kapan dibukanya tanggal berapa, jam berapa. Jadi ada keadilan bagi seluruh pelaku usaha," kata Antonius.

Menurut Antonius, transparansi terkait penerbitan izin impor dapat memberikan keadilan bagi pelaku usaha. Dia mendorong Kemendag untuk membuka seterang-terangnya mengenai tata cara penerbitan izin impor.

“Misalnya pelaku usaha 170 perusahaan nomor urut nya kan harusnya ada, tanggal berapa mereka mulai mendaftarkan, kapan itu. Harusnya ada bukan yang baru daftar langsung keluar (izin impor) sedangkan yang mendaftar dari Februari tidak dikeluarkan," ujarnya.

Dia menekan penerbiran izin importasi bawang putih yang transparan dapat mencegah pelaku usaha berpikir negatif terhadap Kemendag.

“Jadi ada tanda tanya transparansi tentang tata cara siapa yang keluar dan jumlahnya itu harus transparan dan diharapkan dengan transparannya ini tidak menimbulkan pemikiran-pemikiran yang negatif,” kata Antonius.

Pada kesempatan yang sama, Komisioner Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika meminta agar Pusbarindo melaporkan ke Ombudsman jika dirugikan oleh Kemendag terkait mandeknya perizinan impor bawang putih.

“Ombudsman tidak pandang pilih siapapun yang melapor pada Ombudsman sepanjang itu ada layanan publiknya, sepanjang itu adalah tugas dan kewenangan Ombudsman. Ombudsman tidak akan melakukan tebang pilih untuk mendahulukan atau pun memproses mana yang harus diproses mana yang tidak,” kata Yeka.

Yeka memastikan pihaknya akan bekerja secara profesional dalam memproses laporan Pusbarindo sesuai dengan tugas dan kewenangan yang berlaku.

“Jadi kalau Pusbarindo merasa dirugikan. Saya yakin ada kerugian materiil, silahkan segera lapor kepada Ombudsman,” ujar Yeka.

Yeka menyebut carut marut soal bawang putih tidak hanya terjadi pada proses perizinan impor. Bahkan, kata dia, permasalahan sudah terjadi mulai dari kebijakan wajib tanam bawang putih oleh importir dan penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH).

"Kalau ada 35 perusahaan dapat SPI 160 ribu ton, terus yang enggak dapat SPI harus ‘setor’ dulu, baunya sudah busuk sekali. Bahkan ada dugaan 35 perusahaan berafiliasi ke 5 pemilik. Ini jelas tak ada transparansi," tegas Yeka.

(Angkasa Yudhistira)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement