JAKARTA – Pada 30 April 1950, Kahar Muzakkar mengirimkan surat pada pemerintah Indonesia dan pimpinan Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI, sekarang TNI) berisi tuntutan agar segenap barisan Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) yang dipimpinnya dilebur ke dalam APRI dengan nama “Brigade Hasanuddin”. Tuntutan ini diajukan Kahar Muzakkar sebagai respons atas rencana pemerintah untuk membubarkan KGSS pasca-revolusi kemerdekaan.
Namun, tuntutan Kahar Muzakkar itu ditolak oleh Presiden Soekarno yang menilai mayoritas anggota KGSS tak memenuhi syarat sebagai tentara yang profesional. Hanya segelintir anggota KGSS yang lolos dalam saringan perekrutan APRI.
Pemerintah hanya bersedia memasukkan eks-KGSS ke dalam Korps Cadangan Militer, yang tak sesuai dengan tuntutan Kahar. Dikutip dari buku “100 Tokoh yang Mengubah Indonesia”, penolakan ini membuat Kahar sangat.
Untuk mencoba meredam kekecewaan Kahar, pemerintah kemudian memberinya pangkat “Overste” atau Letnan Kolonel. Tetapi ketika akan dilantik pada 17 Agustus 1951, Kahar justru kabur dengan membawa serta sejumlah persenjataan dan mengobarkan pemberontakan.