Hal senada disampaikan Pakar Komunikasi Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing. Dia mengatakan keadilan harus ditegakkan. "Saya tertarik membicarakan konsistensi. Kita harus adil seluas-luasnya. Jika ada stasiun TV menayangkan satu acara politik suatu partai tertentu selama 2 jam, maka dia juga harus menayangkan acara seluruh partai lain secara adil selama 2 jam. Apakah kita akan konsisten seperti itu? Menurut saya ini menarik sebagai diskusi publik untuk kedewasaan komunikasi politik kita," tuturnya.
Peneliti Institut Salemba School Effendi Gazali mengatakan, harus ada diskusi substantif soal definisi iklan atau ajakan mana yang tidak boleh dan boleh, serta dalam konteks apa.
"Apakah ajakan atau gagasan untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan ajakan untuk menunaikan ibadah sekarang dibatasi, tidak boleh dalam tayangan tertentu? Atau boleh dalam semua siaran justru karena ajakan moralnya hakiki?" ujar Effendi.
Kehadiran Ganjar itu juga dikaitkan dengan dirinya yang hendak maju dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Di satu sisi, sebagian pihak meminta Bacapres lainnya yakni Prabowo Subianto dan Anies Baswedan turut ditampilkan dalam Azan.
Pakar Komunikasi Universitas Hasanudin, Hasrullah menegaskan bahwa dia tidak setuju dengan permintaan itu. Sebab, seharusnya apabila azan yang menampilkan Bacapres itu melanggar aturan, seharusnya dihentikan.
"Sebagai komunikolog, kami tidak setuju. Ini kan tidak konsisten. Posisi kami di Asosiasi Komunikolog sangat jelas: kalau azan seperti itu melanggar aturan, ya harus dihentikan. Jangan malah menganjurkan agar Prabowo dan Anies dibuat tampil dalam siaran azan. Itu kan tidak logis pemikirannya. Apakah sesuatu yang melanggar kalau dibuat untuk ramai-ramai dianggap tidak lagi melanggar?" ujarnya.
(Arief Setyadi )