JAKARTA - Sosok Ki Ageng Wonokusumo tidak bisa dilepaskan dari sejarah kerajaan Mataram Islam. Dia tidak bisa dipisahkan dari Sunan Pandanaran di Bayat Klaten, serta KI Ageng Giring III.
Wonokusumo merupakan anak dari Ki Ageng Giring III. Setelah besar, dia pergi ke arah timur laut dan tinggal di Desa Gedangrejo Karangmojo.
Ki Ageng Wonokusumo mengumandangkan azan sejak Kerajaan Majapahit berkuasa.
Namun, kumandang azan yang dilakukan tidak pernah terdengar baik dari wilayah Giring, Sodo Paliyan, maupun dari Bayat Klaten. Akhirnya, Wonokusumo mencari tempat yang tinggi di Bukit Wonotoro.
Dari situlah kumandang azan terdengar sampai Giring tempat ayahnya, serta sampai ke Tempat Sunan Pandanarang di Bayat. Bahkan, upaya berhubungan jarak jauh ketiganya melalui kebatinan bisa dilakukan dari puncak bukit tersebut.
Menurut juru kunci Makam Ki Ageng Wonokusumo, Daryanto mengatakan, cerita mengenai Ki Ageng Wonokusumo didapatkannya dari leluhur secara turun-temurun.
Dia menuturkan bahwa Ki Ageng Wonokusumo merupakan salah satu tokoh Islam yang disegani dan ditakuti. Bahkan, dianggap musuh besar oleh penjajah Belanda yang selalu ingin membunuhnya.
BACA JUGA:
Namun, para pengikut dan sahabat Wonokusumo selalu bisa mengelabuhi Belanda. Hingga akhirnya pada suatu saat terjepit, para pengikut dan sahabat mengatakan bahwa Ki Ageng Wonokusumo telah meninggal dunia.
BACA JUGA:
Lokasi makam Ki Ageng Wonokusumo berada di lokasi yang tinggi, di sekitarnya juga digunakan pemakaman umum. Namun, warga sekitar tidak berani memakamkan warga berada lebih tinggi dari makam Wonokusumo.
(Fakhrizal Fakhri )