Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Siapakah yang Menemukan Jenazah Pahlawan Revolusi di Lubang Buaya? Ini Sosoknya

Winda Rahmadita , Jurnalis-Jum'at, 22 September 2023 |14:41 WIB
Siapakah yang Menemukan Jenazah Pahlawan Revolusi di Lubang Buaya? Ini Sosoknya
Sukitman. (Foto: Dok Ist)
A
A
A

JAKARTA - Lubang Buaya, tempat peringatan sejarah sekaligus saksi bisu dari peristiwa tragis G30S/PKI itu jadi nama yang melegenda. Tragedi ini melibatkan pembunuhan sejumlah tokoh penting Indonesia dan mayatnya dibuang secara tragis di sebuah sumur tua di sekitar tempat tersebut.

Setelah dilakukan berbagai pencarian, para jenazah korban berhasil ditemukan dan dimakamkan setelah diberi penghormatan di Taman Makam Pahlawan. Namun di balik selubung misteri dan ketakutan, siapakah tokoh yang menemukan jenazah para pahlawan di Lubang Buaya? Inilah sosoknya yang akan diungkap lebih lanjut.

Kronologi dan Penuturan Sukitman

Ia adalah Sukitman, sosok yang menjadi saksi dalam menemukan jenazah 7 Pahlawan Revolusi Indonesia di Lubang Buaya. Pria yang lahir pada tanggal 30 Maret 1943 di Jawa Barat memulai karirnya sebagai polisi atau anggota perintis dari Kesatuan Perintis/Sabhara di Markas Polisi Seksi VIII Kebayoran, Jakarta.

Sukitman yang saat itu menjabat sebagai Agen Polisi II sedang ditugaskan untuk berjaga bersama rekannya, Sutarso, di Seksi Vm Kebayoran Baru (kini Kores 704) di Wisma AURI Jalan Iskandarsyah, Jakarta. Lokasi tersebut cukup dekat dengan kediaman Mayjen Donald Isaac Pandjaitan, salah satu korban yang dibunuh oleh PKI.

Pada dini hari sekitar pukul 03.00 tanggal 1 Oktober 1965, terdengar suara tembakan dari arah kediaman DI Pandjaitan yang terletak di Jalan Sultan Hasanudin. Mendengar itu, Sukitman bergegas mendatangi suara mengendarai sepedanya dan meninggalkan rekannya untuk tetap berjaga di pos.

Di tengah jalan, ia diberhentikan oleh beberapa oknum tentara berseragam loreng dan berbaret merah. Kemudian ia dimasukkan ke dalam mobil dalam keadaan tangan diikat dan ditodong senjata dan dibawa menuju Lubang Buaya.

Saat pagi hari, Sukitman mulai menyadari suasana di sekelilingnya. Ia mendengar sekelebat ucapan yang berkata ‘Yani wis dipateni’ (Yani sudah dibunuh). Kemudian ia diseret ke dalam tenda oleh tentara yang melapor Sukitman ke atasannya sebagai pengawal Jenderal Pandjaitan.

Sukitman kemudian dibawa ke arah teras rumah dan melihat ada papan tulis dan bangku sekolah. Ia juga melihat beberapa orang tergeletak berlumuran darah di lantai dan beberapa didudukkan di kursi dalam kondisi terikat.

Terdengar berkali-kali teriakan ‘ganyang kabir’, maksudnya kapitalis birokrat, dari sekelompok orang yang mengerumuni sebuah sumur kecil. Di sumur tersebut, dimasukkan beberapa tubuh manusia dan disusul oleh tembakan peluru ke dalamnya.

Sukitman juga melihat tawanan yang masih hidup dengan pangkat bintang dua di pundaknya yang dibawa dalam keadaan mata tertutup dan tangan terikat ke tempatnya ditawan. Sambil ditodong senjata, tawanan tersebut dipaksa menandatangani sesuatu.

Memilih menolak dan memberontak, ia diseret dan dilempar ke dalam sumur bersama dengan beberapa orang sebelumnya dalam keadaan posisi kepala di bawah. Sukitman terpaksa menyaksikan bagaimana para Pahlawan Revolusi diberondong peluru dan dengan keji dimasukkan ke dalam sumur.

Pencarian di Lubang Buaya

Beruntung, Sukitman berhasil lolos dan berbaring di bawah truk karena kepalanya pusing sampai tertidur. Saat bangun, ia menyadari bahwa ia seorang diri di dekat lokasi, tanpa satu pun pasukan yang sebelumnya menyiksa tujuh Pahlawan Revolusi.

Sukitman bergegas dan melapor ke markas Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang kemudian dipertemukan dengan Kolonel Sarwo Edi Wibowo pada tanggal 3 Oktober. Ia menggambarkan denah lokasi kejadian sebagai petunjuk untuk dilakukan penggerebekan.

Bersama dengan Mayor CI Santoso dan Kapten CPM Subardi, ajudan Letjen Ahmad Yani, lokasi sumur sempat sulit ditemukan karena ditimbun sampah dan ditanamkan pohon pisang oleh para pelaku, hingga akhirnya dapat ditemukan.

Karir Sukitman Setelah Tragedi

Berkat penuturannya sebagai saksi hidup, nama dan karir Sukitman mencuat setelah ditemukannya jenazah para jenderal dalam peristiwa G30S/PKI. Sukirman dianugerahi penghargaan dengan kenaikan pangkat menjadi Agen Polisi Satu dan menjadi Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP). Pada 1 Juli 1966, tepatnya Hari Kepolisian, ia memperoleh Bintang Satria Tamtama dan Bintang Satya Penegak yang diberikan pada Hari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) langsung oleh Presiden Soeharto di tanggal 5 Oktober 1966.

Sukitman wafat di Rumah Sakit Bhakti Yudha Depok dengan mendapatkan penghormatan terakhir melalui upacara kemiliteran dan disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata, Jakarta pada 13 Agustus 2007 di usianya 64 tahun.

(Qur'anul Hidayat)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement