Dikutip CNN, lematian akibat wabah ini hampir empat kali lebih tinggi dibandingkan pada tahun lalu, ketika 281 orang meninggal.
Menurut otoritas kesehatan Bangladesh, pada September saja, terdapat lebih dari 79.600 kasus yang dilaporkan dan 396 kematian.
Ada juga kekhawatiran yang semakin besar mengenai wabah ini yang akan meluas ke bulan-bulan yang lebih dingin. Pada tahun lalu, kasus demam berdarah hanya mencapai puncaknya pada Oktober dengan kematian terbanyak tercatat pada November.
Infeksi virus demam berdarah diketahui menyebabkan gejala mirip flu, termasuk sakit kepala yang menusuk, nyeri otot dan sendi, demam. Dalam beberapa kasus, infeksi ini menyebakan pendarahan internal dan kematian. Penyakit ini ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi dan tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit ini.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), demam berdarah, juga dikenal sebagai demam patah tulang, merupakan penyakit endemik di lebih dari 100 negara dan setiap tahunnya, 100 juta hingga 400 juta orang terinfeksi.
Di masa lalu, wabah ini umumnya hanya terjadi di pusat perkotaan yang padat penduduk seperti ibu kota Dhaka yang merupakan rumah bagi lebih dari 20 juta orang. Namun pada tahun ini, infeksi dengan cepat menyebar ke setiap distrik di negara ini, termasuk daerah pedesaan.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan dalam jumpa pers pada bulan lalu bahwa badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut mendukung pemerintah dan pihak berwenang Bangladesh untuk memperkuat pengawasan, kapasitas laboratorium, manajemen klinis, pengendalian vektor, komunikasi risiko dan keterlibatan masyarakat selama wabah ini terjadi.