Solusi ini disampaikan dengan pertimbangan adanya kenaikan prevalensi dari 27 persen pada 1995 menjadi 36,3 persen pada 2018 di Indonesia.
Dikatakannya, produk tembakau alternatif mampu menciptakan nilai ekonomi yang signifikan dari industri serta memiliki manfaat bagi kesehatan publik.
(Fahmi Firdaus )