Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Benarkah Keperjakaan dan Kesaktian Pangeran Diponegoro Lenyap Akibat Tidur dengan Nyonya China?

Avirista Midaada , Jurnalis-Kamis, 26 Oktober 2023 |12:37 WIB
Benarkah Keperjakaan dan Kesaktian Pangeran Diponegoro Lenyap Akibat Tidur dengan Nyonya China?
A
A
A

JAKARTA - Pangeran Diponegoro konon pernah dikabarkan berinteraksi dengan perempuan China sehingga membuat hilang kesaktiannya. Beberapa sumber dari Babad Diponegoro versi Peter Carey, bahkan secara gamblang menyebut sang pangeran tidur dengan perempuan Cina itu. Peristiwa itu terjadi ketika sang pangeran tengah dalam kondisi berperang dan beristirahat di suatu daerah.

Sekretaris Umum Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro (Patra Padi) Pandu Setyawan mengakui momen Pangeran Diponegoro berinteraksi dengan perempuan China yang disebutnya Nyonya Cina ini memang terjadi. Tetapi hal itu bukanlah seperti yang dituliskan oleh Peter Carey, dan informasi sejarah yang beredar. Apalagi Pangeran Diponegoro merupakan sosok religius yang sejak kecil belajar agama Islam.

"Kita Lihat backgroundnya dari kecil dididik para ulama, merantau dari pesantren ke pondok pesantren. Artinya beliau punya basic agama, terkait konsep lawan jenis," ucap Pandu Setyawan, dikonfirmasi MPI.

Dirinya juga menyangsikan Peter Carey perihal Pangeran Diponegoro yang tidur dengan perempuan China bukan mahramnya. Sebab sejak kecil memang sang pangeran taat beragama Islam. Bahkan ketika ia dan pasukannya membuat markas besar di Gua Selarong, Pangeran Diponegoro memisahkan antara gua laki-laki dan perempuan.

"Di Selarong pun dibedakan, antara gua laki-laki, dan perempuan, itu masalah remeh temeh yang basic itu diperhatikan. Ini masalah mahram laki-laki perempuan. Masalah mahram," ucapnya.

Apalagi mengacu pada sumber Babad Diponegoro Manado - Makassar Pupuh XXVII Sinom disebut Pandu, sang pangeran menulis "Aneng ing daren punika, pan dalu kinen meteki, kang boyongan nyonyah Cina, Kangjeng Sultan salah kardi," yang ketika diterjemahkan intinya peristiwa itu saat sang pangeran lelah dan akhirnya meminta pijat oleh perempuan China, yang disebut Nyonya China.

"Perempuan cina itu tawanan perang, tapi versi keluarga itu bukan tawanan perang, tapi bisa jadi dia itu pembantu, tukang cuci, bisa-bisa jadi tukang laundry, kalau dihubungkan 1800an ini secara logika banyak merantau orang cina ke Jawa juga, selain bekerja juga berdagang, bisnis laundry, jadi pembantu, tapi tidak disebutkan itu asal-usulnya darimana," paparnya.

Jika itu tawanan perang kata Pandu, sesuai aturan fikih hukum islam memang hukumnya boleh diperintah apapun. Bahkan jika tawanan perang itu tidak menurut, atau memberontak boleh dibunuh. Tetapi Pangeran Diponegoro tetap memberlakukan tawanan perang itu dengan baik.

"Intinya kejadian (Pangeran Diponegoro dipijat perempuan Cina) di Kedaren, suatu nama daerah, itu di suatu malam, garis besarnya di suatu malam saat ngatur macam-macam, ngatur perang konsolidasi capek istirahat, meteki itu memijat," katanya.

Pada kondisi badan yang sangat lelah, konsentrasi yang sudah hilang, membuat Pangeran Diponegoro meminta perempuan Cina itu untuk memijat badannya. Peristiwa ini digambarkan terjadi di sebuah tenda, ketika malam hari.

"Istilahnya orang kalau capek berat itu fokusnya menurun, nggak sadar kalau nggak nggeh, bukan muhrimnya. Akhirnya merasa bersalah dan mengkhianati istri-istrinya. Jadi istilah meteki itu memijat," terangnya.

(Khafid Mardiyansyah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement