JAKARTA - Sidang lanjutan kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa Dadan Tri Yudianto digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Dalam persidangan, Dadan menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi.
Usai persidangan, Dadan menyampaikan permohonan maaf atas peristiwa yang terjadi pekan lalu usai pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sehingga menyebabkan puntu pembatas ruang pengadilan rusak.
Eks Komisaris Wika Beton itu menegaskan bahwa peristiwa itu sebagai kejadian tidak disengaja setelah reaksi histeris istri usai pembacaan tuntutan.
“Saya mohon maaf atas peristiwa tersebut. Rusaknya pintu pembatas itu betul-betul murni tidak ada unsur kesengajaan,” ujar Dadan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Selasa 20 Februari 2024 dikutip dalam keterangannya.
“Usai majelis menutup sidang, tiba-tiba istri saya menjerit-jerit histeris sambil menunjuk-nunjuk penuntut umum 'jaksa jahat, jaksa jahat'," imbuhnya.
Dadan menyatakan kesiapannya untuk menanggung biaya perbaikan pintu pembatas dan menekankan bahwa insiden tersebut tidak melibatkan niat jahat. Di sisi lain, dirinya menyuarakan ketidakpuasannya terhadap perlakuan KPK.
Ia merasa dizalimi setelah dijadikan tersangka dalam dugaan suap pengurusan perkara di MA. "Saya ini seorang pengusaha swasta yang di dzolimi. Disaat mendapatkan investasi untuk pengembangan usaha/bisnis, saya dituduh dan didakwa sebagai pegawai negeri atau pejabat negara yang menerima hadiah atau janji. Ini janggal, ini aneh,” ujarnya.
Dadan membantah tuduhan menerima suap terkait investasi senilai Rp11,2 miliar dari Heryanto Tanaka. Transaksi tersebut, kata Dadan, merupakan bisnis sah dengan perjanjian kerjasama dan pembagian deviden.
"Investasi senilai Rp11,2 miliar dari Heryanto Tanaka adalah murni bisnis. Ada kesepakatannya, ada perjanjiannya, ada wujud bisnisnya dan untuk tahun pertama pun Pak Tanaka juga telah mendapatkan keuntungan atau deviden dari bisnis atau kerjasama tersebut,” tuturnya.
Dadan juga mengaku mendapati sejumlah kejanggalan saat masih berstatus saksi, di antaranya ia mendapat tekanan untuk membayar jumlah uang yang fantastis oleh oknum yang mengatasnamakan KPK dengan ancaman akan dijadikan tersangka jika tidak dipenuhi permintaan tersebut.
“Ada oknum yang mengatasnamakan KPK minta 6 juta dolar agar tidak menjadi tersangka. Namun, itu hal yang tidak mungkin untuk dipenuhi, karena memang saya merasa tak bersalah. Dan akhirnya memang saya dijadikan tersangka,” katanya.
Dadan juga mengungkap kejanggalan lainnya saat akan hadir menjadi saksi Heryanto Tanaka di PN Bandung. Ia mengaku ada pihak yang mengaku sebagai oknum KPK meminta untuk mengabaikan panggilan sebagai saksi di persidangan itu.
"Saat itu saya akan berangkat menjadi saksi Heryanto Tanaka di Pengadilan Negeri Bandung, tiba-tiba ada oknum yang mengaku dari KPK melalui pesan WhatsApp kepada istri saya, meminta saya untuk mengabaikan panggilan sebagai saksi di persidangan," tuturnya.
Hingga akhirnya perkara yang membelitnya berlanjut ke persidangan. Kendati penuntut umum tidak dapat menunjukkan bukti seperti yang dituduhkan dan didakwakan terhadap dirinya, sehingga pihaknya akan terus berupaya memperjuangkan haknya mendapatkan keadilan.
"Dengan didampingi tim Penasihat Hukum, saya akan senantisa menempuh upaya-upaya hukum demi hak keadilan saya,” ujar Dadan.
Dalam perkara tersebut, Dadan didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
(Arief Setyadi )