JAKARTA - Prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) merupakan salah satu satuan andalan milik TNI. Pasukan khusus tidak akan dapat menjadi "obat yang mujarab" bila campurannya kurang. Oleh karena itu agar dapat membawa manfaar besar bagi bangsa, segala kekhususan yang sudah dimiliki pasukan ini harus dilengkapi dengan pendidikan demi pemahaman hukum HAM (Hak Asasi Manusia).
Kegiatan ini juga sudah menjadi tradisi yang terus dipelihara baik. Buku saku dan pelatihan pratugas sejak 2001 melengkapi seorang prajurit secara menyeluruh.
Sebelum bertugas di daerah operasi, para prajurit dibekali pendidikan lanjutan tentang HAM yang mengatur tentang penegakan hukum di medan tempur dan dibekali buku saku sebagai panduan bertindak.
Prajurit diberi pengetahuan tentang adat-istiadat masyarakat dan seluk-beluk kehidupan di daerah operasi. Pemahaman ini amat perlu untuk membekali prajurit sebagai pasukan khusus yang tegas dalam bertindak, tetapi memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang penegakan HAM.
Para prajurit dilatih untuk mengerti, menghayati, memahami, dan menghormati HAM tanpa terkecuali. Termasuk dalam menghadapi kelompok yang melanggar HAM di tengah masyarakat dengan aksi separatisme serta teror.
Saat menjadi Danjen Kopassus, Mayjen TNI Mohamad Hasan menyatakan bahwa jika prinsip dasar yang dipegang dalam mengembangkan penegakan hukum dan pemahaman HAM di dalam Kopassus adalah memanusiakan manusia.
"Kopassus saat ini dan masa depan adalah satuan yang highly trained, highly equipped, dan highly supported. Kopassus sudah terbiasa menghadapi situasi extraordinary sekaligus bekerja di bawah tekanan dengan berhasil,” kata dia, dikutip dari buku Kopassus untuk Indonesia, Profesionalisme Prajurit Kopassus.
Dirinya sekaligus mengingatkan bahwa bertempur dengan senjata adalah hal biasa bagi prajurit. tetapi memenangkan pertempuran tanpa menumpahkan darah dan berhasil mencapai tujuan operasi, itu adalah ilmu perang tertinggi.
Pemahamannya mengenai hal ini merupakan sesuatu yang sebenarnya sudah amat dimengerti oleh Kopassus sejak lama, seperti misalnya, Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar, M.Sc. yang pernah menjabat sebagai Komandan Kopassus (1993-1994).
Pada waktu menjabat sebagai Kasdam VIl Wirabuana (Makassar) tahun berikutnya, terkait dengan kerusuhan rasial di Makassar, beliau pernah mengungkapkan, "Telinga saya tak ingin mendengar suara tembakan. Mereka itu bukan musuh. Mereka adalah rakyat kita sendiri yang mengekspresikan solidaritas dalam bentuk yang salah. Luruskan cara berpikir mereka. Persuasif. Persuasif. Turun kita ke jalan. Persuasif. Tidak ada letusan senjata,” tegas Agum.
Perintah yang disampaikan ini jelas mencerminkan kemahiran beliau yang tertempa sebagai prajurit Kopassus.
(Fakhrizal Fakhri )