BAGHDAD - Pasukan Amerika Serikat (AS) di Irak dan Suriah menghadapi dua serangan roket dan pesawat tak berawak (drone) yang bersifat eksplosif dalam waktu kurang dari 24 jam.
Hal ini diungkapkan sumber keamanan Irak dan pejabat AS kepada Reuters pada Senin (22/4/2024). Ini menjadi insiden pertama yang dilaporkan setelah jeda hampir tiga bulan.
Seorang pejabat AS mengatakan dua pesawat tak berawak ditembak jatuh di dekat pangkalan udara Ain al-Asad yang menampung pasukan AS di provinsi Anbar, Irak barat, karena sangat berhati-hati.
Hal ini menyusul lima roket yang ditembakkan dari Irak utara ke arah pasukan AS di sebuah pangkalan di Rumalyn di timur laut Suriah yang terpencil pada Minggu (21/4/2024).
Tidak ada laporan mengenai korban jiwa atau kerusakan signifikan akibat serangan tersebut.
Seorang pejabat pertahanan AS, yang berbicara tanpa menyebut nama, mengatakan serangan roket pada Minggu (21/4/2024) menargetkan pasukan AS, yang tampaknya merupakan serangan pertama terhadap pasukan AS di Irak dan Suriah sejak 4 Februari.
Pada Sabtu (20/4/2024), sebuah ledakan besar di sebuah pangkalan militer di Irak menewaskan seorang anggota pasukan keamanan Irak yang mencakup kelompok-kelompok yang didukung Iran.
Komandan pasukan mengatakan itu adalah sebuah serangan, sementara tentara mengatakan mereka sedang menyelidikinya dan tidak ada pesawat tempur di langit pada saat itu. Militer AS membantah terlibat.
Serangan roket dan drone yang hampir terjadi setiap hari terhadap pasukan AS dimulai pada pertengahan Oktober. Sekelompok kelompok bersenjata Muslim Syiah yang didukung Iran yang dikenal sebagai Perlawanan Islam di Irak mengaku bertanggung jawab, dengan alasan dukungan AS terhadap perang Israel di Gaza.
Serangan tersebut berhenti pada akhir Januari di bawah tekanan dari pihak berwenang Irak dan Iran, menyusul serangan udara balasan mematikan AS di Irak, setelah tiga tentara AS tewas dalam serangan pesawat tak berawak di sebuah pangkalan kecil di perbatasan Irak-Yordania.
Perdana Menteri (PM) Irak Mohammed Shia al-Sudani kembali pada akhir pekan dari kunjungan selama seminggu ke AS, di mana ia bertemu dengan Presiden Joe Biden dalam upaya membuka halaman baru dalam hubungan AS-Irak meskipun ketegangan regional meningkat.
AS menginvasi Irak pada tahun 2003 dan menggulingkan pemimpin kuat Saddam Hussein, menarik diri pada tahun 2011 sebelum kembali pada tahun 2014 sebagai pemimpin koalisi militer internasional atas permintaan pemerintah Baghdad untuk membantu memerangi pemberontak ISIS.
AS memiliki sekitar 2.500 tentara di Irak dan 900 di Suriah timur dalam misi pemberian nasihat dan bantuan.
(Susi Susanti)