Selain itu, pada Pasal 29, Kiai Wahid Hasyim menginginkan rumusan sebagai berikut: "Agama Negara adalah Islam dengan menjamin kemerdekaan bagi orang-orang yang beragama lain untuk beribadat menurut agamanya masing-masing."
Alasannya jika presidennya Islam, perintahnya akan dengan mudah dipatuhi rakyat yang mayoritas muslim. Selain itu, Islam sebagai agama negara mendorong umat Islam berjuang membela negaranya. Dengan alasan itulah akhirnya, gagasan mantan Ketua Masyumi itu diterima BPUPKI. Usulan itu ditinggalkan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan I ndonesia (PPKI).
Dalam penggalan sejarah berikutnya Wahid Hasyim menjadi Menteri Agama di tiga periode pemerintahan: Kabinet RIS (Desember 1949-Desember 1950), Kabinet Mohammad Natsir (September 1950-April 1951), dan Kabinet Sukiman (April 1951-April 1952).
Di zaman Wahid Hasyim, Departemen Agama memiliki visi dan misi yang jelas. Di bawah kepemimpinan Wahid Hasyim, NU menyatakan keluar dari Masyumi pada 1952 . Selanjutnya, NU berkibar sendiri sebagai partai politik. Dalam Pemilu 1955, NU termasuk empat partai yang memperoleh suara terbanyak.
Wahid Hasyim wafat pada 19 April 1959. Ia tak sempat menyaksikan ketika 40 tahun kemudian, putranya, Gus Dur, terpilih menjadi Presiden RI.
(Awaludin)