JAKARTA - Publik dibuat kaget saat nama Marshel Widianto disebut sebagai wakil calon Wali Kota Tangerang Selatan. Kagen bukan karena Marshel seorang selebritis, tapi lebih pada rekam jejak pria yang dikenal sebagai komika tersebut banyak mendapat sorotan.
Marshel dan figur selebritis lainnya tak pernah luput dari perhelatan pesta demokrasi. Pun pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024, sederet nama selebritis mulai seliweran.
Sejumlah partai politik (parpol) bahkan tampak percaya diri memunculkan nama-nama selebritis. Dari sekian nama yang muncul dan menjadi bahan 'diskusi' publik, di antaranya Marshel Widianto.
Artis sekaligus komika itu dijagokan Partai Gerindra menjadi bakal calon wakil wali kota Tangerang Selatan mendampingi Ahmad Riza Patria. Di tengah keraguan publik, Marshel tetap maju terus dan meyakinkan masyarakat Tangsel.
Layaknya politisi, Marshel mengaku memilih Tangsel karena masih melihat ada ketimpangan ekonomi yang harus dibenahi dan janji tak akan korupsi. "Saya punya adalah loyalitas, kejujuran, dan dari semua omongan itu tidak satu orang pun yang bilang bahwa saya mengambil hak orang lain. Jadi, yang saya bilang adalah tidak akan pernah mungkin sepeser pun untuk mengambil APBD," katanya di Jakarta, Senin 8 Juli 2024.
Nama lainnya ada Jeje Govinda. Dia dimunculkan di Pilkada Kabupaten Bandung Barat. Pemiliki nama asli Jeje Ritchie Ismail itu merupakan politikus Partai Amanat Nasional (PAN), partai politik yang sudah dikenal kerap mendukung selebritis dalam pesta demokrasi.
Kakak ipar Jeje, Raffi Ahmad pun ikut masuk dalam pusaran bursa bakal calon kepala daerah, meski artis yang kerap dijuluki Sultan Andara itu membantah. "Habis haji kan saya janji mau ngasih kabar, sebenarnya kalau untuk masalah perpolitikan saya enggak pernah bilang enggak mau. Enggak pernah never say enggak," ujar Raffi di Jakarta, Selasa 8 Juli 2024.
Artis lainnya yang juga sudah 'senior' di dunia politik turut masuk bursa calon kepala daerah. Misalnya, ada Rano Karno, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang digadang-gadang maju di Pilkada Banten.
Krisdayanti, yang juga kader PDIP masuk dalam bursa di Pilkada Jawa Timur. Ahmad Dhani dari Partai Gerindra masuk radar bakal calon Wali Kota Surabaya. Pada Pilkada Jawa Barat, nama Desy Ratnasari dari PAN, Rieke Diah Pitaloka dari PDIP, Dede Yusuf dari Demokrat juga masuk radar. Alfiansyah Komeng, anggota DPD terpilih dengan suara fenomenal ini juga ikut masuk bursa kepala daerah. Kemudian, di Pilbup Indramayu ada nama Lucky Hakim.
Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio dan Lula Kamal dari PAN juga masuk dalam bursa calon kepala daerah. Pada Pilkada Bandung Barat, nama Gilang Dirga turut meramaikan bursa bakal calon kepala daerah.
Jadi Alat Gimik Politik
Fenomena selebritis di Pilkada serentak 2024, menurut pengamat politik dari Universitas Padjajaran (Unpad), Idil Akbar, sebagai gimik politik yang dilakukan parpol. Padahal, belum tentu parpol yang dimaksud bakal benar-benar mengusung calon tersebut karena proses politik masih berjalan.
"Saya berpikir itu lebih ke gimik politik, genit aja itu mencalonkan sosok-sosok artis yang kemudian dijadikan calon, saya tidak melihat sepenuhnya meyakni, mereka betul-betul diusung," katanya kepada Okezone, Jumat 12 Juli 2024.
Menurutnya, tujuan dari gimik politik yang dilakukan parpol untuk mendapatkan atensi media atau masyarakat. Untuk kemudian, mendongkrak nilai politik dari sebuah parpol dalam Pilkada. "Bukan sesuatu yang serius dari partai politik," katanya.
Kendati tak dipungkiri, jika kemudian hari keinginan publik tinggi untuk mendukung calon artis tersebut, maka parpol akan mengikuti untuk tetap mengusung. Namun, menurutnya, berkaca dari pengalaman artis juga tidak akan sepenuhnya bisa menjadi sosok yang elektabel. "Kita tahu beberapa artis juga kalah di perhelatan pilkada. Memang ada beberapa yang masuk, tapi kan relatif mereka diusung sebagai wakil, rata-rata begitu," ujarnya.
Perilaku parpol yang memainkan gimik politik, kata Idil, bisa saja membuat masyarakat menilai bahwa parpol tidak serius. Meski, parpol tetap tidak peduli dengan konsekuensi tersebut. "Parpol tak akan peduli soal ini bumerang atau tidak. Tapi kalau masyarakat bisa dapat atensi publik, atensi politik, mendapatkan pemberitaan dan segala macam. Itu kan yang ingin mereka dapatkan," katanya.
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati menilai fenomena partai politik mengusung kandidat kepala daerah dari selebritis adalah strategi political marketing instan untuk meraih kemenangan dari kandidat yang diusung karena setidaknya artis sudah dikenal oleh masyarakat.
Menurut Neni, langkah tersebut memang tidak dilarang karena dalam PKPU 8 Tahun 2024 tentang pencalonan kepala daerah. Setiap orang memiliki hak memilih dan dipilih. Tetapi ada hal yang perlu kita kritisi. Di mata Neni, kehadiran selebritis di panggung politik menunjukkan kegagalan partai dalam melahirkan kader yang berkualitas dan mampu memenangkan pertarungan di pilkada.
"Kondisi ini yang memaksa partai untuk merekrut selebritis papan atas untuk mendongkrak suara pemilih, dengan menomorduakan kapasitas dan kapabilitas. Memang ini sengaja dikomodifikasi karena pilkada kita ibarat pasar bebas sehingga lebih mudah diperjualbelikan dan masuk dalam pangsa pasar," kata Neni kepada Okezone.com.
Ditambahkan Neni, kehadian selebritis merupakan potret kemunduran dalam demokrasi lokal dan membuat demokrasi Indonesia tidak naik kelas. Naming praktik ini memang selalu massif digunakan dari era reformasi sampai sekarang.

"Kurangnya kesadaran pemilih dan pendidikan politik membuat pemilih menjadi tidak rasional dan tidak penting dengan ide, gagasan, visi dan misi kandidat," tambah Neni yang juga menjabat Wakil Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah itu.
Pengamat Politik dari Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul menambahkan diusungnya Marshel Widianto merupakan strategi partai untuk mendulang suara. Selain itu dipilihnya Marshel untuk maju dalam Pilkada Tangsel tak lepas dari kepercayaan diri Partai Gerindra usai Prabowo memenangkan Pilpres 2024. Meski begitu, kata dia, tetap saja kemenangan itu tak akan berpengaruh banyak atas pertarungan di wilayah yang dikuasai partai lain.
"Khusus Marshel ini, karena kan ujug-ujug nongol, makanya aktris ini rawan tetap kalah dengan mereka yang sudah punya invest sosial dan politik di Tangsel. Itung-itungan mereka punya, yang mnguntungkan bagi Gerindra adalah mereka punya raja, karena Oktober itu Pak Prbowo jadi presiden, tapi jangan lupa ibarat mereka punya raja tapi mereka tidak punya wilayah, karena yang menang di Tangsel adalah Golkar," kata Adib kepada Okezone.
Sudah Ada Kalkukasi Politik
Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan, partainya mendukung figur artis jadi bakal calon kepala daerah bukan tanpa alasan. Figur yang didukung tentunya sudah ada kalkulasi politiknya, seperti Marshel.
Alasan kuat Gerindra menduetkan Ahmad Riza Patria dengan Marshel, menurutnya, karena Gerindra meyakini keduanya sosok yang mumpuni dan bisa memenuhi harapan warga Tangsel. "Kedua orang ini merupakan figur yang tepat untuk memenuhi harapan sebagian besar rakyat Tangsel yang ingin kemajuan," ujar Dasco, Sabtu 6 Juli 2024.
Sama halnya dengan PAN yang mengklaim dalam mengusung artis di Pilkada tidak sembarangan dan selalu serius bukan sekadar gimik. Figur yang diusung memiliki kualitas dan kapabilitas.
"Misalnya, sekarang PAN mendorong Jeje untuk jadi Bupati Bandung Barat misalnya, saya kira ini bukan gimik juga, karena PAN sudah mencoba mengukur bagaimana kalau Jeje ini kita dorong. Kalau misalkan ada pasangan yang pas, Jeje ini tentu kita dorong," ujar Ketua DPP PAN Saleh Partaonan Daulay kepada Okezone, Jumat 12 Juli 2024.
Lagi pula PAN tidak memiliki calon alternatif di Bandung Barat, sehingga masih memprioritaskan Jeje sebagai calon yang akan didorong PAN di Bandung Barat. Dengan mengusung Jeje, tentunya PAN berharap bisa memenangkan pertarungan di Pilkada.
"Kalau nanti bisa menang alhamdulillah, tentu kita akan merasa berbahagia punya kandidat yang menang dan bisa jadi kepala daerah dan tentu ini salah satu cara PAN bagaimana mengangkat anak muda seperti Jeje untuk menjadi pemimpin lokal di daerahnya masing masing gitu," katanya.
Menurut Saleh, sebetulnya Jeje orang asli Bandung Barat, sehingga wajar kalau PAN mendorongnya maju di Pilkada. Ditambah, Jeje memiliki kapasitas untuk memimpin daerah tersebut dan berasal dari kalangan muda yang diyakini bisa menjadi sumber inspirasi anak-anak muda di sana untuk maju dan berkembang.
Kemudian, Jeje juga memiliki jaringan yang bagus dengan berbagai macam lingkungan sekitarnya yang tentu bisa dijadikan modal juga untuk membangun daerah Bandung Barat "Karena itu sekali lagi, PAN tidak menganggap pencalonan itu hanya sebagai gimik semata. Justru pencalonan itu serius dan berbagai macam upaya dilakukan agar pencalonan Jeje bisa berhasil," ujarnya.
Begitu juga dengan Desy Ratnasari di Jawa Barat. Menurutnya, justru yang mendorong Desy itu bukan hanya PAN tetapi di luar PAN juga mendorong. Ia mengaku banyak menerima aspirasi dari partai politik lain agar PAN mendorong Desy untuk dipasangkan dengan kandidat-kandidat Gubernur Jawa Barat.
"Seperti misalnya, digandengkan dengan Ridwan Kamil dan kami juga punya calon lain misalnya seperti Bima Arya gitu," katanya. Saleh menekankan, semakin banyak calon alternatif yang bisa ditawarkan, maka akan semakin baik.
PAN juga bukan sekali dua kali mengusung artis, bukan hanya Pilkada namun juga di pemilihan legislatif (Pileg). Ada sederet nama yang awalnya diragukan ternyata memiliki kualitas. "Kadang-kadang ternyata yang dikira orang hanya sekadar gimik itu faktanya ketika berhasil memenangkan pertarungan itu, justru yang kita calonkan kualitasnya bagus," tuturnya.
Beberapa calon misalnya yang didukung PAN di Pileg dari kalangan artis, sepoerti Primus, Desy Ratnasari, ada Pasha Ungu, ada Uya Kuya. Mereka sebetulnya orang-orang yang sangat kapabel serta memiliki kualitas yang sangat baik. Kemudian, ada juga Eko Patrio.
"Sekali lagi yang sudah didukung oleh PAN di Pileg maupun Pilkada itu adalah sangat serius bukan gimik aja, dan Alhamdulillah PAN sudah menunjukan konsistensinya untuk menjadi wadah candradimuka melahirkan politisi-politisi yang baik berasal dari berbagai latar belakang, termasuk latar belakang seniman dan artis," pungkasnya.
Tidak Semuanya Berhasil
Sebelumnya sudah banyak nama dari artis atau mantan artis berhasil menempati posisi kepala daerah atau wakil kepala daerah, mulai Provinsi sampai Kabupaten. Tapi, tak semua berhasil dan mereka juga tidak bisa mempertahakan posisinya dalam pilkada selanjutnya.
Bahkan ada satu kepala daerah mantan artis,Zumi Zola berhasil menjabat sebagai Bupati Tanjung Jabung Timur periode 2011-2016. Belum sampai berakhir, ia memilih untuk mengundurkan diri karena ingin mencalonkan diri sebagai Gubernur Jambi.
Zumi Zola berhasil dilantik menjadi Gubernur Jambi periode 2016-2021. Akan tetapi, ia dicopot dari jabatannya pada 2018 karena terlibat kasus suap RAPBD Jambi dan harus mendekam di penjara selama 6 tahun.
(Maruf El Rumi)