SLEMAN - Viral curhatan pengguna media sosial yang mengeluh karena diminta ketua RT membayar uang Rp1,5 juta karena berstatus sebagai pendatang baru. Unggahan tersebut dibagikan akun @mittaayo di akun X @merapi_uncover.
Pengguna akun yang mengaku warga Wirobrajan, Kota Yogyakarta itu mengaku pindah ke tempat baru di Kalurahan Bangunjiwo, Kasihan, Bantul. Ia mengutarakan keluh kesahnya itu ke media sosial.
"Min sedikit cerita keluh kesahku menjadi warga baru di b*ngun jiw* (Bangunjiwo). Aku asli wirobrajan yang 3 bulan lalu pindah di daerah b*ngunjiw* aku sudah lapor ke RT bahwa saya pendatang yang tinggal di b*ngunjiw*. Berkas apapun belum aku urus karena aku masih sibuk dikerjaan dan pendidikan anak-anakku," tulis akun tersebut dikutip Senin (22/07/2024).
"Sore tadi aku di WA oleh RT sini memintai biaya Adm menjadi warga sini dengan nominal 1,5 juta sampai sini aku syok dan meminta kejelasan kepada yang bersangkutan jawaban yang bersangkutan itu untuk semua biaya. Jelas di sini aku makin bingung lagi. Tidak banyak kejelasan aku menjawab bahwa aku belum mengurus pencabutan berkas dari dukcapil kota Jogja jadi statusku masih warga kota Jogja. Apakah hal ini wajar min? sempat aku tanya kepada kuli bangunan yang bekerja di samping rumah hal ini wajar untuk menjadi warga sini memang harus bayar dengan nominal tersebut. Apa aku harus membayar nominal 1,5jt itu min?," imbuhnya.
Sementara Lurah Bangunjiwo, Pardja angkat bicara terkait unggahan tersebut. Menurutnya, hal itu merupakan kebiasaan yang dilakukan di masing-masing RT di wilayahnya.
Kendati ia mengakui bahwa tindakan itu tidak diatur secara tertulis, serta tidak diperbolehkan. "Secara tertulis tidak boleh dan tidak diperkenankan. Tapi, itu adalah kearifan lokal di masing-masing RT dan semua RT setahu saya, tidak hanya di wilayah saya juga melakukannya. Besarannya juga berbeda antara RT satu dengan yang lainnya," ujarnya.
Meski begitu, jika ada pungutan seharusnya nominal yang dikenakan tidak boleh membebani warga pendatang baru. Menurutnya, angka Rp1,5 juta masih lebih kecil jika dibandingkan dengan daerah lain.
"Di wilayah lain malah ada yang di atas itu. Ada yang Rp2 juta dan ada yang lebih besar," ucapnya.
Pardja menjelaskan, pungutan tersebut biasanya dikenakan kepada pendatang karena mereka pindah di tempat yang sudah memiliki fasilitas. Uang tersebut menurutnya menjadi kas di RT setempat, karena warga telah membangun fasilitas sebelum pendatang tersebut ada.
"Jadi sekali lagi itu kearifan lokal. Secara aturan tertulis tidak ada dan tidak diperbolehkan," ucapnya.
Sementara itu, Bupati Bantul Abdul Halim Muslih menegaskan bahwa praktik itu merupakan sesuatu yang ilegal dan tidak boleh dilakukan, apapun alasannya.
"Itu jelas ilegal, tidak ada peraturan perundangan dan ketentuan tentang kependudukan. Dari luar Bantul ke Bantul nggak ada pungutan apapun, selain dokumen catatan sipil dan kependudukan yang ditetapkan oleh Disdukcapil," katanya.
Halim mengatakan akan mendalami kasus ini. Jika terbukti, bukan tidak mungkin oknum-oknum yang terlibat akan dikenakan sanksi tegas. Ia juga mengingatkan kepada warga dan pengurus desa agar tidak melakukan pungutan liar.
"Karena itu bisa berakibat hukum, ya," pungkasnya.
(Arief Setyadi )