JAMBI - Rumah Tuo Rantau Panjang Tabir menjadi bangunan tradisional yang bersejarah dan menjadi saksi perkembangan peradaban kebudayaan masyarakat Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin, Jambi, selama ratusan tahun.
Rumah Tuo Rantau Panjang Tabir menjadi objek budaya guna memperkenalkan kembali rumah tradisional yang masih terjaga keaslian bentuk dan struktur bangunannya. Festival Biduk Gedang Selang Beangkut menjadi festival budaya yang mengangkat kearifan lokal masyarakat dalam bidang pertanian.
Biduk Gedang sendiri merupakan alat transportasi untuk mengantar warga ke lahan bertani dan untuk mengangkut hasil panen melalui sungai. Biduk Gedang menyimpan banyak nilai warisan budaya, mulai dari manfaat ekonomi, sosial kemasyarakatan, hingga kesenian tradisional. Sedangkan Selang Beangkut merupakan tradisi masyarakat merayakan bersama kebahagiaan saat masa panen tiba.
Tradisi diwarnai dengan muda-mudi berbalas pantun dan alat musik tradisional di atas Biduk, berkumpul bermusyawarah, dan pembacaan doa ucap syukur bersama.
Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Tabir, Mukhtar YS menyampaikan bahwa sejarah dan makna Rumah Tuo Rantau Panjang Tabir yang dibangun dengan kayu, dan tanpa paku ini. Menurutnya, Rumah Tuo ini menjadi simbol bahwa masyarakat setempat masih menjunjung tinggi nilai-nilai warisan budaya.
“Disebut perkampungan Rumah Tuo karena di kampung ini masih ada bangunan rumah tua yang diperkirakan didirikan tahun 1330 dan masih bertahan hingga sekarang. Desa ini juga merupakan desa tertua di Provinsi Jambi dan telah ditempati selama kurang lebih 700 tahun,” ujar Mukhtar seperti dikutip, Senin (29/7/2024).
Desa ini disebut Dusun Tuo, lanjutnya, karena terdapat sekitar 60 rumah tua peninggalan nenek moyang Suku Batin. Konon rumah ini merupakan rumah paling tua dan dijadikan sebagai museum serta pusat wisata budaya.
Rumah tersebut dijaga dan dirawat oleh generasi ketujuh Suku Batin, bernama Iskandar. Berdasarkan penuturannya, dari 60 keluarga yang ada, mereka tersebar di beberapa kampung seperti Lubuk Tebing Tinggi, Talang Genteng, Mudik Bukit, dan Bukit Senang Hati.
Awalnya, karena tinggal di hutan dan menghadapi banyak risiko binatang buas, mereka bersepakat untuk bersatu dan tinggal di satu tempat dan membangun sebuah kampung bernama Ujung Tanjung Muara Semayam dengan 19 kepala keluarga.
“Pemimpin pertama kampung itu diberi gelar Datuk Rio Depati, yang bertugas mengatur kehidupan kampung agar rukun dan tertib,” tambah Mukhtar YS, menggambarkan betapa pentingnya peran pemimpin dalam menjaga ketertiban dan kelestarian budaya kampung.
Selain memiliki bangunan yang unik, setiap bagian dari struktur Rumah Tuo memiliki makna tersendiri sesuai dengan adat-istiadat setempat. Pintu Rumah Tuo dibangun hanya setinggi satu meter, sehingga pengunjung perlu menunduk yang melambangkan nilai kesopanan. Ruangan dan lantai pada Rumah Tuo pun dibangun sesuai peruntukannya. Ruangan pertama untuk menggelar pertemuan yang memiliki 3 tingkat lantai yakni untuk ninik-mamak (tokoh adat), keluarga, dan pekerja. Ruangan kedua untuk tempat beristirahat dan ruangan ketiga sebagai dapur.