Namun, ia menekankan bahwa irigasi teknis tidak dapat menjangkau seluruh area yang terdampak kekeringan. Terkait asuransi, Ningning menyebutkan bahwa tidak ada perlindungan untuk tanaman yang sudah berada di fase generatif.
“Asuransi hanya berlaku untuk tanaman di fase awal tanam hingga usia tiga bulan. Setelah itu, tidak ada asuransi yang bisa diberikan,” jelasnya.
Untuk mengatasi masalah ini, pihak Dinas Pertanian telah melakukan berbagai langkah mitigasi, termasuk pompanisasi dan penyediaan sumur.
“Kami telah melakukan pompanisasi, menyediakan sumur dalam, dan sumur dangkal untuk sawah yang menggunakan irigasi teknis,” tambah Ningning.
Namun, menurut Ninging, beberapa sungai utama yang biasanya digunakan untuk irigasi mengalami penurunan debit air, seperti Sungai Cirasea, Citarum, dan Citarik.
“Kami masih mengandalkan tadah hujan dan menunggu proyeksi pembangunan master plan irigasi,” ungkapnya.
Ningning berharap pembangunan master irigasi dapat dimulai pada tahun 2025. “Saat ini, kami masih menunggu pemetaan yang akan dilakukan bersama pihak PUTR. Meskipun ada anggaran, realisasi terpaksa ditunda karena refocusing anggaran. Kami berharap proyek ini bisa dilaksanakan pada tahun 2025,” tutup Ningning.
(Awaludin)