Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Adik Mensos dan Sespri Ketum PBNU Terancam Batal Jadi Anggota DPR, Pengamat: Tindakan Sewenang-wenang!

Widya Michella , Jurnalis-Kamis, 12 September 2024 |22:11 WIB
Adik Mensos dan Sespri Ketum PBNU Terancam Batal Jadi Anggota DPR, Pengamat: Tindakan Sewenang-wenang!
Adik Mensos dan Sespri Ketum PBNU Terancam Batal Jadi Anggota DPR
A
A
A

JAKARTA – Dua anggota DPR RI terpilih Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Achmad Ghufron Sirodj alias Lora Gopong dan Irsyad Yusuf (Gus Irsyad) dikabarkan dipecat dari partai, sehingga terancam gagal ke Senayan. Lora Gopong adalah Sespri Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf sementara Gus Irysad adalah adik kandung Sekjen PBNU yang juga Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul). 

Bahkan, Lora Gopong menyambangi PKB hari ini untuk mengklarifikasi kabar pemberhentian dirinya dari keanggotaan partai besutan Muhaimin Iskandar tersebut.

Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, mengatakan, fenomena penggantian caleg terpilih sebelum pelantikan dianggap cara yang lebih mudah untuk mengganti seseorang daripada pergantian setelah pelantikan dilakukan.

“Hal itu tidak lepas karena KPU cenderung menyerahkan kepada partai karena dianggap sebagai masalah internal partai,”ujarnya saat dihubungi, Kamis (12/9/2024).

Berbeda dengan PAW setelah menjabat yang memberikan ruang kepada anggota DPR untuk menempuh upaya hukum sampai dengan keluarnya putusan yang berkekuatan hukum tetap,” sambungnya.

Dilanjutkannya, tindakan partai yang memecat atau mengganti caleg karena masalah di internal cenderung tidak transparan dan akuntabel. Sehingga rentan menjadi tindakan yang sewenang-wenang dan beraroma transaksional.

Hal ini juga tidak sejalan dengan sistem pemilu proporsional terbuka bahwa caleg dengan suara terbanyaklah yang berhak untuk menjabat serta mendistorsi kedaulatan rakyat.

“Fenomena itu juga mendindikasikan adanya problem kaderisasi dan rekrutmen oleh partai politik dimana partai tidak mampu menjaga soliditas dan konsolidasi internal antar caleg,”ucapnya.

 

Titi melanjutkan, partai juga ternyata tidak siap dengan hasil dari kompetisi terbuka sehingga mengintervensi keterpilihan caleg menyesuaikan dengan selera para elite partai.

“KPU mestinya selain mengklarifikasi kepada partai dan caleg, juga memberikan ruang bagi mereka yang melakukan upaya hukum untuk tidak serta merta diganti berdasarkan permintaan partai,” tuturnya.

Namun, kata dia, harus menunggu proses hukumnya selesai dan berkekuatan hukum tetap. Hal itu dalam rangka menghormati suara dan pilihan rakyat agar tidak mudah dibajak oleh kepentingan partai.

“Biasanya caleg terpilih perempuan yang paling dirugikan karena jika mengalami penggantian secara sepihak, cenderung untuk ikut saja karena tidak mau ribut. Padahal demi kepentingan afirmasi, mestinya jika caleg perempuan diganti maka penggantinya juga harus diisi juga oleh caleg Perempuan,” pungkasnya.

Sementara itu, Pakar Hukum UGM dan Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi & Pemerintahan (PUSHAN), Oce Madril mengatakan, mengenai surat dari partai politik untuk mengganti Caleg terpilih, hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh Parpol sebab saat ini Caleg terpilih telah ditetapkan oleh KPU.

"Artinya KPU telah melakukan tindakan hukum Penetapan caleg-caleg terpilih. KPU tidak dapat menganulir penetapan tersebut tanpa dasar hukum.  Apalagi menurut UU MD3 (UU No.17/2014), bagi Caleg DPR terpilih akan segera dilantik dalam sidang Paripurna DPR dihadapan Ketua Mahkamah Agung (MA) sesuai ketentuan Pasal 77 UU MD3,"ungkapnya.

"Sebentar lagi anggota DPR terpilih akan dilantik pada tanggal 1 Oktober.  Artinya, saat ini merupakan tahap menuju pelantikan anggota DPR dengan menyiapkan Keputusan Presiden.  Surat penggantian anggota DPR terpilih oleh Parpol pada tahap ini jelas melanggar hukum dan prosedur,"sambungnya.

Dia berharap, KPU tidak boleh memproses surat semacam itu. Apabila KPU menindaklanjuti, maka akan ada konsekuensi pelanggaran etik KPU yang dapat berujung pada pelaporan ke DKPP.

"Apabila Parpol tetap bersurat ke KPU, artinya sedang terjadi konflik internal Parpol dengan anggota DPR terpilih. Menurut UU Parpol, harus diselesaikan dulu melalui Mahkamah Partai. Dan KPU harus menunggu penyelesaian tersebut," pungkasnya.

(Fahmi Firdaus )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement