PRESIDEN terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka dikabarkan akan membentuk 44 kementerian, dari sebelumnya 34. Kabar tersebut memunculkan pro dan kontra.
Sebagian pihak yang pro dengan wacana tersebut antara lain menilai kabinet yang ‘gemuk’ cocok diterapkan guna mengakomodasi program pemerintah. Sebaliknya, pihak kontra menilai rencana tersebut tidak urgen dan hanya jadi dalih mengakomodasi kepentingan politik yang transaksional.
Kabinet 'gemuk' ini dinilai tidak akan efisien, sebab akan menambah jumlah anggaran baru untuk belanja pegawai dan kebutuhan lain sehingga akan membebani Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Jumlah kementerian sendiri telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 39/2008 tentang Kementerian Negara. "Jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34," bunyi pasal tersebut.
Bagian penjelasan UU No. 39/2008 ini menyebut, bahwa undang-undang ini juga bermaksud untuk melakukan reformasi birokrasi dengan membatasi jumlah kementerian paling banyak 34.
Direktur Lingkar Madani (LIMA) Indonesia, Ray Rangkuti mengkritik rencana tersebut. Menurut dia, penyusunan anggota kabinet yang mencapai 44 orang ini menunjukan ada kelemahan dalam mengelola pemerintahan efesien.
"Ini menggambarkan kelemahan dalam hal mengelola perbedaan di antara partai pendukung. Solusi yang ditawarkan adalah penambahan. Sekilas, penambahan ini seperti solusi. Tapi secara perlahan, ia akan menjadi sebab bagi sulitnya konsolidasi kekuasaan," kata Ray Rangkuti kepada Okezone, Sabtu (14/9/2024).
Sebab, sambung dia, bila setiap perbedaan diselesaikan dengan solusi bagi-bagi jabatan, maka rekan koalisi akan terus menambah kekuatan wibawa mereka dihadapan orang nomor satu di Partai Gerindra itu, agar mendapat kekuasaan tambahan.
"Maka, alih-alih pemerintahan efesien yang akan tercipta, sebaliknya pemerintahan yang lamban, penuh birokrasi, mungkin akan kurang kordinasi, dan bisa jadi saling salah persepsi yang akan muncul. Akibatnya, Prabowo akan disibukan oleh urusan kelola kekuasaan di antara teman koalisinya," sambungnya.
Ray menambahkan, selain itu, dana besar negara yang akan terpakai untuk birokrasi negara yang bertambah ini, maka potensi untuk pendanaan ke tempat lain niscaya akan berkurang. Di dalam visi Prabowo-Gibran makan siang adalah andalan. Maka, makan siang dan birokrasi besar akan menyedot anggaran negara.
"Dan ujung-unjungnya, beberapa proyek negara akan dihentikan atau ditunda. Paling dekat adalah IKN. Alokasi anggaran kita akan lebih banyak ke birokrasi dan makan siang gratis. Sebab, penambahan 10 anggota kabinet meniscayakan penambahan birokrasi. Bisa mencapai 400 tenaga birokrasi baru," bebernya.
Saat yang sama, kata dia, birokrasi besar akan menyulitkan melakukan pengawasan. Di tengah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang makin melemah, polisi yang tidak tanggap isu korupsi, pun kejaksaan, maka birokrasi tambahan ini berpotensi menjadi lahan korupsi baru.