IRAN - Banyak kaum konservatif garis keras di Iran merasa tidak nyaman dengan kurangnya tindakan yang diambil Iran saat Israel menargetkan kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah, sekutu terdekat dan terlama negara mereka. Iran pun bimbang akan menahan diri atau membalas dendam serangan Israel.
Ketika Presiden Masoud Pezeshkian berpidato di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (24/9/2024), ia mengkritik perang Israel di Gaza dan memperingatkan bahwa serangannya terhadap Lebanon tidak akan dibiarkan begitu saja.
Namun, Pezeshkian, yang terpilih pada bulan Juli, bersikap lebih lunak daripada para pendahulunya yang garis keras, menghindari retorika tentang pemusnahan musuh bebuyutan Republik Islam tersebut.
“Kami menginginkan perdamaian untuk semua dan tidak berniat berkonflik dengan negara mana pun,” ungkapnya.
Ia juga menyatakan kesiapan pemerintahnya untuk melanjutkan perundingan nuklir dengan negara-negara Barat. Dengan memastikan pihaknya siap untuk terlibat dengan para peserta kesepakatan nuklir 2015.
Pejabat senior Iran dan komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) lainnya juga tampak sangat menahan diri saat mengungkapkan niat mereka untuk membalas dendam kepada Israel atas tindakannya terhadap negara mereka dan sekutu utamanya, Hamas dan Hizbullah.
Iran telah mempersenjatai, mendanai, dan melatih kedua kelompok bersenjata tersebut, tetapi para pemimpin Teheran mengandalkan Hizbullah untuk menjadi pencegah utama yang mencegah serangan langsung Israel terhadap negara mereka.
Dukungan Iran sangat penting bagi transformasi Hizbullah menjadi angkatan bersenjata dan aktor politik paling kuat di Lebanon sejak IRGC membantu mendirikan kelompok tersebut pada tahun 1980-an.
Iran adalah pemasok utama senjata yang dapat digunakan Hizbullah untuk melawan Israel, khususnya rudal dan pesawat nirawak canggih, dan Amerika Serikat (AS) sebelumnya menuduh bahwa Iran juga menyediakan dana sebanyak USD700 juta setiap tahunnya.
Minggu lalu, Mojtaba Amani, Duta Besar Iran untuk Lebanon, terluka parah ketika pagernya meledak minggu lalu di kedutaan di Beirut. Ribuan pager dan walkie-talkie yang digunakan oleh anggota Hizbullah juga meledak dalam dua serangan yang menewaskan total 39 orang.
Iran menyalahkan Israel, tetapi tidak langsung membuat ancaman publik untuk melakukan pembalasan.
Sebaliknya, ketika Israel menyerang konsulat Iran di Damaskus pada bulan April, menewaskan delapan komandan senior Pasukan Quds IRGC, Iran dengan cepat menanggapi dengan meluncurkan ratusan pesawat nirawak dan rudal ke Israel.
Iran juga berjanji untuk membalas setelah menyalahkan Israel atas pembunuhan pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh di Teheran pada akhir Juli, meskipun belum mengumumkan bahwa mereka telah mengambil tindakan apa pun.
Seorang mantan komandan IRGC mengatakan kepada BBC bahwa berulang kali mengancam Israel tanpa menindaklanjutinya semakin merusak kredibilitas pasukan di antara para pendukungnya di dalam Iran dan proksinya di luar negeri.
Pada Senin (23/9/2024), Presiden Pezeshkian mengatakan kepada anggota media AS di New York bahwa Israel berusaha menyeret Iran ke dalam perang.
“Iran siap meredakan ketegangan dengan Israel dan meletakkan senjata jika Israel melakukan hal yang sama,” tegasnya.
Beberapa konservatif garis keras yang dekat dengan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengkritik presiden karena berbicara tentang meredakan ketegangan dengan Israel, menegaskan bahwa ia harus mengakui posisinya dan menghindari memberikan wawancara langsung.
Pezeshkian dijadwalkan mengadakan konferensi pers di New York pada Rabu (25/9/2024), tetapi dibatalkan. Tidak jelas apakah ia terpaksa membatalkannya karena komentarnya.
Di Iran, kekuasaan berada di tangan Ayatollah Khamenei dan IRGC. Merekalah yang membuat keputusan strategis utama, bukan presiden.
Perlu dicatat bahwa Ayatollah Khamenei juga tidak menyebutkan rencana pembalasan atau mengeluarkan ancaman terhadap Israel, yang cukup tidak biasa baginya, ketika ia berbicara kepada para veteran pada Rabu (25/9/2024).
(Susi Susanti)