Heivy menyoroti tindakan petahana melanggar Pasal 71 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yang melarang penggantian pejabat tanpa izin Mendagri dalam waktu tertentu. Pelanggaran ini seharusnya menjadi dasar diskualifikasi sejak awal, tetapi diabaikan.
"Berdasarkan PKPU Nomor 2 Tahun 2024 yang diterbitkan pada 28 Januari 2024, jadwal penetapan pasangan calon ditetapkan pada 22 September 2024. Dengan demikian, batas waktu penggantian pejabat tanpa izin Mendagri adalah 22 Maret 2024," ujarnya.
Seluruh pihak, menurut Heivy termasuk petahana, seharusnya sudah memahami ketentuan ini sejak awal. Fakta bahwa pelantikan tetap dilakukan tanpa izin Mendagri pada 22 Maret 2024 menunjukkan pelanggaran serius terhadap aturan yang berlaku.
Bahwa pelantikan tanggal 22 Maret 2024 yang kemudian di batalkan pada 4 April 2024 hanya akal-akalan saja. Karna ASN yang dilantik pada 22 Maret 2024 saat di batalkan pelantikannya, tidak pernah kembali ke jabatan/instansi sebelumnya sampai petahana melantik lagi pada tgl 17 Mei 2024 dgn orang yang sama.
Akibat dari tidak adanya tindakan tegas dari KPU, dugaan pelanggaran selama Pilkada, kata dia, terus berlangsung. Pemohon menilai petahana menggunakan posisinya untuk melakukan praktik politik uang dan memanfaatkan ASN yang seharusnya netral. Kasus ini juga semakin mencuat karena selisih suara antara pasangan calon hanya 2,47% atau sekitar 1.649 suara, sehingga pelanggaran ini dinilai memiliki dampak langsung terhadap hasil Pilkada. Seharusnya, menurut pemohon, pasangan calon Caroll Joram Azarias Senduk sudah didiskualifikasi sejak tahap awal oleh KPU.
(Angkasa Yudhistira)