DI BAWAH kepemimpinan Prabu Siliwangi Kerajaan Pajajaran menjadi kerajaan besar. Konon di masa Prabu Siliwangi itu pulalah Pajajaran menemukan kejayaannya. Bahkan, majunya kerajaan digoreskan pada prasasti bernama Batutulis, yang menggambarkan sistem pertahanan dan menyejahterakan masyarakatnya.
Masyarakat Kerajaan Pajajaran konon mayoritas berprofesi sebagai pekerja di ladang. Pada Naskah Sanghyang Siksakanda ng Karesian, telah memberikan keterangan yang cukup jelas bahwa pada masa Kerajaan Pajajaran terdapat kelompok- kelompok yang berladang.
Sistem birokrasi pemerintahan kelompok ini memang tidak pernah disebutkan, tetapi dari naskah itu disebutkan terdapat beberapa kelompok ekonomi yang terbagi beberapa golongan seperti rohaniawan dan cendekiawan, kelompok alat negara, kelompok orang utas, dan kelompok juru lukis.
Fery Taufiq El Jaquenne pada "Hitam Putih Pajajaran : Dari Kejayaan hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran" mengisahkan, kelompok pandai emas, kelompok pembuat perabot dari tembaga, kelompok pembuat wayang, kelompok penabuh gamelan, kelompok penggembala, kelompok peternak, kelompok pemungut pajak di pelabuhan, kelompok yang sebagai alat negara, kelompok prajurit atau tentara, kelompok pawang laut, dan kelompok juru masak.
Dari berbagai kelompok masyarakat yang telah disebutkan di atas, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing, disebut ngawakan tapa di nagara atau melaksanakan tapa di tengah negara.
Hal yang menarik ditemui pada masa Kerajaan Pajajaran yakni pekerjaan yang dikerjakan oleh kelompok mencopet, mencuri, membegal, dan menjual diri (dilakukan oleh wanita) atau istilahnya pekerja seks komersial (PSK). Mata pencarian ini tidak disukai oleh masyarakat pada umumnya. Pekerjaan tersebut sebagai guru nista, yaitu hal-hal yang dianggap nista dan hina.