JAKARTA - Eks Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Yudi Purnomo Harahap meminta kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto untuk tidak cuci tangan atau melemparkan kesalahan ke pihak lain, terkait dengan revisi UU KPK ketika itu.
Diketahui, video pernyataan Hasto soal inisiator revisi UU KPK beredar di media sosial. Ia menuding Joko Widodo (Jokowi) -Presiden kala itu- yang menjadi penggagas hal tersebut terjadi.
"Ketika masa itu kita tahu bahwa kita lihat inisiasi untuk UU KPK revisinya dari DPR. Sebenarnya ini bukan pertama sebelumnya sudah ada. Sehingga kita bisa lihat bagaimana waktu itu. Jika kita lihat apa yang disampaikan pak Hasto silakan saja versi dia. Tetapi kita lihat lebih jauh tidak bisa cuci tangan segitu aja dong," kata Yudi dalam Podcast Integritas bersama eks Penyidik senior KPK Novel Baswedan, sebagaimana dilansir, Rabu (26/2/2025).
Tak boleh cuci tangan, dijelaskan Yudi, lantaran ketika itu semua terlibat. Revisi UU KPK saat itu inisiasi dari DPR dan disetujui oleh parlemen baik yang koalisi maupun opisisi, kala itu.
Diketahui ketika itu, sebaran jumlah kursi di DPR yakni, PDIP 128, Golkar 85, Gerindra 78, NasDem 59, PKB 58, Demokrat 54, PAN 44, PPP 19, dan PKS 50.
"Karena semua terlibat. Inisiasi dari DPR. Dan ingat DPR waktu itu kompak mau oposisi maupun koalisi. Saat itu oposisi dan koalisi tidak beda jauh lah. Artinya 70 atau 30 persen, oposisi PKS, Demokrat. Kemudian setujui juga untuk revisi," ujar Yudi.
Lebih dalam, Yudi menuturkan, usulan revisi itu tak akan terlaksana apabila, tidak adanya Surat Presiden (Surpres). "Jadi kalau misalnya ada Surpres, ya, iya waktu itu viral. Terkejut kita. Ketika Presiden mengirimkan Menkumham ya. Waktu itu. Tapi tetap juga senua terlibat kemudian diparipurnakan," ucap Yudi.
Dengan adanya fakta semua partai di DPR kompak, kata Yudi, itu semakin menegaskan semua terlibat. Sehingga, tidak boleh ada sikap menyalahkan atau cuci tangan.
"Kondisi saat itu, semua terlibat. Saat ini tidak boleh ada yang cuci tangan, wah ini inisiasi. Karena tidak mungkin ada inisiasi tanpa ada operator. Semua terlibat.
Lebih dalam, Yudi menegaskan, ketika revisi UU KPK sudah diparipurnakan. Ada waktu 30 hari untuk Presiden menandatangani hal tersebut.
"Ketika sudah diketok paripurna, karena 30 hari harus tandatangan Presiden, ternyata Presiden tidak tandatangan. Tapi tetap berlaku. UU 19 tahun 2019, Presiden tidak tandatangan. Artinya tapi tetap berlaku makanya ini kenapa. Waktu itu keluarin Surpres tapi begitu lihat isinya ga setuju. Waktu itu ada beberapa saya lihat inisiatif DPR isinya parah sekali (UU KPK) daripada yang asli sekarang," papar Yudi.
Selain itu, Yudi juga mengingat, selain menolak revisi UU karena dinilai melemahkan KPK, ketika itu insan lembaga antirasuah juga menolak Firli Bahuri sebagai calon pimpinan KPK.
"Kita menolak, kita sampai tutup logo KPK, demo, demo bahkan kita menolak pimpinan bermasalah Firli. Sama Firli pun dipilih semua. Ketika Firli terpilih DPR terlibat, Presiden wakil pemerintah terlibat dan waktu itu ingat bahwa bingkai mereka memperkuat," tutur Yudi.
Oleh karena itu, Yudi menekankan, semua terlibat untuk revisi UU KPK. Karenanya, Yudi menyayangkan pernyataan Hasto yang menyalahkan pihak lain, meskipun mengakui tidak memiliki bukti yang kuat soal tudingannya.
"Khusus ini, saya pikir semua terlibat, tidak ada satu pihak tunjuk sana, pihak sini tunjuk lagi. Kalau misalnya yang dikatakan Pak Hasto itu versi dia. Walaupun mengatakan di akhir dia tak ada buktinya. Apapun versinya saat itu UU melemahkan sudah diketok," tutup Yudi.
(Awaludin)