Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Fitnah di Peralihan Kekuasaan Buat Menteri di Era Majapahit Tewas Terbunuh

Avirista Midaada , Jurnalis-Sabtu, 01 Maret 2025 |10:28 WIB
Fitnah di Peralihan Kekuasaan Buat Menteri di Era Majapahit Tewas Terbunuh
Ilustrasi
A
A
A

Prahara dan konflik internal membuat pejabat Mahapatih Majapahit atau setara perdana menteri tewas terbunuh. Fitnah memang mengiringi peralihan kekuasaan dari Raden Wijaya ke Jayanagara, selaku Raja Majapahit kedua yang menggantikan ayahnya. Kurang cakapnya pemerintahan Jayanagara membuat lawan politiknya dengan leluasa mengacak - acak internal kerajaan. 

Bahkan satu nama muncul dibalik friksi internal Majapahit yakni Mahapati. Sosoknya menjadi bagian dari dalang fitnah Mpu Nambi sang mahapatih, sebagaimana pada naskah Kakawin Pararaton dan Kidung Sorandakan. 

Istilah maha penguasa bermaka besar, sedangkan pati bermakna penguasa. Maksudnya ialah orang yang memiliki ambisi besar untuk menjadi penguasa. Hal ini menunjukkan bahwa nama Mahapati, sosok tokoh yang memfitnah Nambi bukanlah nama asli melainkan nama julukan. 

Nama Mahapati itu konon juga tidak dijumpai dalam prasasti apa pun, sehingga diduga merupakan nama ciptaan pengarang Pararaton. Negarakertagama pada buku yang ditulis Prasetya Ramadhan berjudul "Sandyakala di Timur Jawa 1042 - 1527 M Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Hindu dari Mataram Kuno II hingga Majapahit, hanya mengisahkan kematian Mahapatih Nambi secara singkat, tanpa ada, penjelasan mengenai penyebabnya. 

Tetapi beberapa sejarawan termasuk Slamet Muljana percaya bahwa Mahapati yang menghasut Raja Jayanagara untuk melaksanakan serangan ke Nambi, adalah Dyah Halayudha. Sosok itu adalah nama patih Majapahit yang tertulis pada Prasasti Sidateka pada tahun 1323. 

Apabila dugaan itu benar, tokoh Mahapati atau Halayudha bukan orang biasa, tetapi masih keluarga bangsawan. Hal ini dikarenakan gelar yang ia pakai dyah, setara dengan raden pada zaman berikutnya. Misalnya pendiri Majapahit dalam Negarakertagama disebut Dyah Wijaya, sedangkan dalam Pararaton disebut Raden Wijaya. 

Sementara itu Nambi dan Lembu Sora, pada Prasasti Sukamreta hanya bergelar empu. Maka dapat dipahami keduanya bukan dari golongan bangsawan, namun memperoleh kedudukan tinggi masing-masing sebagai patih Majapahit dan patih Daha. Ia lun melancarkan aksi fitnah dan adu domba sehingga satu persatu para pahlawan pendiri kerajaan tersingkir. 

Bahkan di masa Raja Jayanagara yang menjadi raja selajutnya Majapahit, diceritakan sang raja kerap kali dipengaruhi oleh Dyah Halayudha atau sering disebut sebagai Mahapati dalam kitab kuno. Mahapati dikenal sebagai patih licik yang menghalalkan segala cara. Kebijakan-kebijakan raja banyak dipengaruhi oleh hasutan Dyah Halayudha. 

 

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement