"Ini adalah fungsi kepolisian yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tentang Kepolisian Republik Indonesia. Di antaranya, menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan dalam masyarakat," imbuh Abdullah.
Abdullah mengatakan, bentuk tindakan preventif dapat dilakukan kepolisian melalui langkah-langkah konkret. Misalnya, rinci Abduh, dengan memperkuat unit pelayanan perempuan dan anak (PPA), patroli berbasis intelijen sosial, dan membentuk sistem pelaporan dini yang mudah dijangkau masyarakat.
“Selain penguatan internal, tindakan preventif terhadap KDRT juga harus dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai pihak. Seperti berkoordinasi dengan Komnas Perempuan, Komnas Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta pemerintah daerah,” paparnya.
"Mulai dari dinas terkait, kelurahan, RT, RW, lembaga layanan korban, dan pihak lainnya," tambah Abduh.
Dengan tindakan preventif yang dilakukan Polri dan kolaborasi bersama berbagai pihak, Abduh berharap aparat keamanan tidak lagi sekadar menunggu laporan, tetapi dapat aktif mendeteksi potensi KDRT dari laporan jejaring masyarakat dan pemangku kepentingan pada lingkungan sekitar.
“Tak boleh ada satu pun warga negara, apalagi ibu kandung sendiri menjadi korban KDRT karena kelengahan sistem," tuturnya.