Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Menag Nasaruddin: Alam Bukan Objek Eksploitasi tapi Mitra Kehidupan

Fahmi Firdaus , Jurnalis-Selasa, 15 Juli 2025 |15:34 WIB
Menag Nasaruddin: Alam Bukan Objek Eksploitasi tapi Mitra Kehidupan
Menag Nasaruddin: Alam Bukan Objek Eksploitasi tapi Mitra Kehidupan
A
A
A

JAKARTA -  Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengungkapkan pentingnya menata ulang cara pandang umat Islam terhadap alam semesta. Menurutnya, alam perlu diposisikan bukan sebagai objek eksploitasi, melainkan sebagai mitra dalam kehidupan.

“Kalau kita menganggap alam hanya objek, maka matilah rasa kita,” ujarnya saat membuka kegiatan International Conference on Islamic Ecotheology for the Future of the Earth (ICIEFE) 2025 dan Kick-Off for the Refinement of MoRA’s Qur’anic di Jakarta, dikutip Selasa (15/7/2025).

Nasaruddin menambahkan, manusia perlu membangun hubungan emosional dan spiritual dengan alam. Untuk itu, ia mendorong pemanfaatan “otak kanan” dalam memahami alam, bukan sekadar logika dan nalar semata.

Dia memberi contoh masyarakat ribuan tahun lalu yang mampu bertahan hidup tanpa bantuan teknologi modern. Mereka mengandalkan kedekatan dan persahabatan dengan alam dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

“Mereka tidak membutuhkan laboratorium dan teknologi canggih, tetapi bisa bertahan hidup. Cara mereka adalah melalui persahabatannya dengan alam,” ungkapnya.

Pemahaman terhadap ekoteologi, katanya, tidak bisa dilepaskan dari kajian kosmologi. Ia merujuk pandangan sufi Ibnu Arabi yang menyatakan bahwa hanya Tuhan yang benar-benar memiliki wujud sejati, sementara alam adalah bayangan dari-Nya.

 

“Demikian pula kalau kita lihat tradisi Hindu di Bali, mereka sangat menghormati pohon-pohon besar. Sejak dulu telah menganggap alam ini sebagai partner. Makanya, mereka tidak berani menebangnya, bukan karena takut, tetapi dianggap sebagai bagian yang sama dengan dirinya,”ulasnya.

Menurutnya, perubahan perilaku terhadap alam juga tidak bisa terjadi tanpa perubahan teologi. Menurutnya, teologi saat ini terlalu maskulin, padahal Tuhan sangat erat dengan sifat feminin yang penuh kasih sayang terhadap ciptaan-Nya. “Untuk itu, kita butuh kelembutan dalam memahami Tuhan dan alam,” pungkasnya.

 

Selain menjadi forum dialog, momen ini juga menandai dimulainya tahapan penyempurnaan tafsir Al-Qur’an versi Kemenag melalui Kick-Off for the Refinement of MoRA’s Qur’anic.

Proses penyempurnaan ini diarahkan untuk menghasilkan tafsir yang tidak hanya sahih secara teologis, tetapi juga selaras dengan nilai-nilai kebangsaan, keberagaman budaya, serta tanggap terhadap persoalan kemanusiaan dan lingkungan hidup.

(Fahmi Firdaus )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement