Terkait pelanggaran TSM, Bagja menjelaskan bahwa Bawaslu selama ini menggunakan pendekatan kuantitatif, sementara Mahkamah Konstitusi (MK) mempertimbangkan aspek kuantitatif dan kualitatif. Ia berharap UU Pemilu ke depan dapat memberikan kejelasan soal batasan dan penilaian kedua pendekatan tersebut.
Bagja juga menekankan pentingnya kewenangan Bawaslu untuk merekomendasikan penghapusan (take down) konten pelanggaran di media sosial.
“Bawaslu perlu mendapatkan legitimasi dalam regulasi agar dapat memerintahkan atau merekomendasikan penghapusan konten yang mengandung misinformasi atau melanggar aturan kampanye, misalnya kampanye di masa tenang,” katanya.
Ia juga mengusulkan pembentukan unit siber terintegrasi di lingkungan Bawaslu. Unit ini dinilai penting untuk memperkuat koordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Siber Polri, dan platform digital dalam menangani hoaks serta konten berbahaya.