Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Konstitusionalitas UU TNI: Menyelami Internal Morality dalam Aspek Prosedural dan Substantif Pembentukan UU TNI

Opini , Jurnalis-Kamis, 31 Juli 2025 |22:18 WIB
Konstitusionalitas UU TNI: Menyelami Internal Morality dalam Aspek Prosedural dan Substantif Pembentukan UU TNI
Pengajar Hukum Tata Negara dan Ahli Legislasi Sudirman (foto: dok ist)
A
A
A

Terkait penempatan prajurit TNI dalam jabatan sipil, revisi UU TNI justru memberikan batasan yang lebih tegas dan spesifik dibandingkan regulasi sebelumnya. Dalam Pasal 47 revisi UU, dijelaskan bahwa prajurit aktif hanya dapat menduduki jabatan sipil dalam kondisi darurat, bersifat sementara, serta harus melalui persetujuan Presiden. Langkah ini sejalan dengan prinsip supremasi sipil dalam demokrasi. Bahkan, pandangan Samuel P. Huntington dalam bukunya The Soldier and the State menunjukkan bahwa keterlibatan militer dalam urusan sipil masih dapat dibenarkan dalam skema objective civilian control, selama tetap dalam batas kontrol sipil yang ketat dan tidak bersifat permanen.

Ketentuan usia pensiun prajurit TNI juga menjadi aspek penting dalam menilai kesesuaian norma dengan prinsip kejelasan (clarity of law). Dalam UU sebelumnya, usia pensiun memiliki ruang interpretasi yang lebar dan berpotensi disalahgunakan. UU yang baru mengatur secara rinci batas usia pensiun berdasarkan jenjang kepangkatan perwira tinggi, menengah, bintara, dan tamtama dengan kriteria yang obyektif, dan pengecualian yang sangat terbatas. Hal ini menghindari praktik “pasal karet” serta memberikan kepastian hukum dan perencanaan organisasi yang lebih sistematis.

Prinsip keterlaksanaan (congruence between rule and application) juga tercermin dalam mekanisme pengawasan yang diperkuat. DPR sebagai lembaga legislatif tidak hanya berperan dalam pembuatan UU, tetapi juga melakukan pengawasan terhadap implementasi ketentuan baru tersebut. Pemerintah juga membentuk regulasi turunan dan mekanisme administratif internal untuk menjamin bahwa norma dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. Misalnya, perpanjangan usia pensiun harus mendapat persetujuan langsung dari Presiden dan harus memenuhi syarat teknis tertentu.

Hal menarik lain dari revisi UU TNI adalah integrasinya dengan prinsip adaptive legality—sebuah konsep dalam hukum modern yang menekankan pentingnya hukum untuk fleksibel dan adaptif terhadap tantangan zaman. Dalam dunia yang terus berubah secara geopolitik dan teknologi, pertahanan negara membutuhkan kerangka hukum yang mampu merespons situasi darurat secara cepat namun tetap dalam batas konstitusi. UU TNI yang baru memfasilitasi kebutuhan itu dengan tetap menjaga batasan, akuntabilitas, dan transparansi. Inilah bentuk konkrit dari penerapan hukum responsif yang tetap menjaga moralitasnya.

Penerapan doctrine of necessity juga menjadi pertimbangan utama. Doktrin ini menyatakan bahwa dalam keadaan luar biasa, tindakan negara yang belum memiliki dasar hukum eksplisit dapat dibenarkan selama untuk melindungi eksistensi negara dan kepentingan umum. Tentu saja, doktrin ini harus digunakan dengan prinsip kehati-hatian dan dalam batas konstitusional. UU TNI, dalam konteks ini, justru menutup celah penggunaan kewenangan militer di luar hukum karena telah memuat secara eksplisit batasan, prosedur, dan otoritas yang berwenang mengatur pelibatan TNI dalam kondisi khusus.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement