“Presiden menegaskan bahwa dukungan dan pengakuan negara Palestina adalah langkah yang tepat di sisi sejarah yang benar. Sejarah akan terus mencatat, apakah kita membiarkan ketidakadilan berlangsung atau bangkit untuk menjaga martabat kemanusiaan. Ini adalah pesan peradaban yang menjadi arah bagi generasi mendatang,” ujarnya.
Fadli juga menyoroti pidato Presiden yang mengingatkan tentang refleksi perjalanan bangsa Indonesia di masa kolonialisme, penindasan, dan perjuangan panjang menuju kemerdekaan.
“Presiden menekankan bagaimana kita tahu arti penderitaan, arti hidup dalam apartheid, arti dirampas dari keadilan. Dari pengalaman itu, Indonesia belajar bahwa solidaritas global adalah kunci. Ini bukan hanya berbicara tentang Indonesia, tetapi tentang kemanusiaan secara universal,” katanya.
Dia menilai kutipan Presiden dari Thucydides, The strong do what they can, the weak suffer what they must, sebagai peringatan bahwa tatanan dunia yang adil harus menolak doktrin kekuasaan semata.
“Indonesia menegaskan bahwa yang benar harus tetap benar, bukan yang kuat yang menentukan kebenaran. Itulah prinsip sejarah yang membimbing arah peradaban,” tuturnya.