JAKARTA – Ombudsman RI mengungkap sejumlah realisasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tidak sesuai kontrak. Temuan ini muncul sejak tahap persiapan bahan.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mencontohkan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Bogor, dapur umum justru mendapatkan beras dengan kadar patah di atas 15%.
"Pada tahap persiapan bahan, masih ditemukan ketidaksesuaian antara kontrak dan realisasi di lapangan. Di Bogor misalnya, SPPG menerima beras medium dengan kadar patah di atas 15 persen meskipun di kontrak mencantumkan beras premium," ujar Yeka, Selasa (30/9/2025).
Sejumlah SPPG juga ditemukan mendapatkan sayuran yang tidak segar. Tak jarang, beberapa lauk pauk yang sedianya menjadi menu makan justru tidak lengkap.
"Beberapa dapur juga menerima sayuran yang tidak segar serta lauk pauk yang tidak lengkap. Hal ini terjadi karena belum adanya standar acceptance quality limit yang tegas," jelasnya.
"Sehingga negara membayar dengan harga premium sementara kualitas yang diterima anak-anak belum optimal," sambung Yeka.
Masalah juga muncul dalam tahap pengolahan makanan. Menurutnya, banyak SPPG yang belum menerapkan standar Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) secara konsisten.
"Sejumlah dapur tidak memiliki catatan suhu maupun retained sample sebagai bagian dari sistem pengendalian mutu," lanjutnya.
Yeka mengingatkan bahwa fakta adanya sejumlah kejadian luar biasa seharusnya menjadi alarm agar tata kelola serta prosedur pengelolaan diperbaiki dan ditegakkan secara disiplin.
(Awaludin)